Komersialisasi Transportasi Tak Berpihak Pada Rakyat

Oleh: Nisrina Nazihah Djailani

 

Lensa Media News – Menteri Perhubungan mendorong pemerintah daerah Medan dan Palembang membuat integrasi antar moda transportasi. Pertimbangannya dua kota besar di Pulau Sumatera memiliki variasi moda transportasi umum. Hal ini akan didukung dengan regulasi yang sifatnya memberikan dukungan bagi berlangsungnya kegiatan ini. Diyakini rencana ini bisa dicapai sebab Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membuat badan usaha khusus yang menangani integrasi sistem pembayaran antar moda (cnnindonesia.com, 16/07/2020).

Keberadaan transportasi merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang harusnya menjadi tanggung jawab negara dalam memenuhinya. Pada negeri kapitalis, transportasi publik dijadikan barang komoditas yang diserahkan pada badan usaha atau korporasi, dimana negara berperan sebagai regulator.

Hal ini memang merupakan tabiat sistem kapitalis – demokrasi dimana negara menjadi fasilitator dan regulator bagi kepentingan korporasi bukan kepentingan publik sehingga kepentingan publik tak lagi menjadi prioritas. 

Hal ini juga terlihat di berbagai sektor seperti halnya pendidikan, layanan kesehatan, penyediaan infrastruktur, pengelolaan sumber daya alam, negara berpihak pada kepentingan korporasi, pemilik modal, dan para investor dan posisi rakyat adalah konsumen yang membeli setiap fasilitas yang disediakan (baca: dijual) oleh negara dengan harga tinggi.

Sangat terlihat jelas ketidak berpihakan negara pada urusan hidup rakyat sekaligus menjadi bukti rusaknya sistem kapitalis – demokrasi yang berlandaskan pada pemisahan agama dari kehidupan (sekulerisme). 

Negara harusnya bertindak sebagai penanggung jawab bagi urusan rakyat dan tidak menyerahkannya kepada korporasi. Pengelolaan kekayaan negara haruslah dengan cara yang benar sehingga negara memiliki kemampuan finansial yang memadai untuk mampu menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya secara independen.

Islam adalah agama yang sempurna lagi paripurna, aturannya mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Penerapan syariat Islam kaffah dalam bingkai khilafah meniscayakan negara bersikap independen. 

Islam memandang transportasi publik sebagai kebutuhan kolektif yang harus diselenggarakan oleh negara dalam rangka melayani rakyat bukan menjadi jasa komersial. Pemenuhannya menjadi tanggung jawab langsung oleh negara dan menjamin akses mudah sekaligus murah bahkan gratis. 

Sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia laksana penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya.” Maka dari itu haram bagi negara bertindak sebagai regulator dan fasilitator. 

Tata kelola kekayaan negara baik berupa barang tambang, air, dan api dengan cara yang sesuai syariat Islam menjadikan negara memiliki kemampuan finansial untuk keberlangsungan setiap pelayanan negara terhadap rakyat, termasuk urusan transportasi publik. 

Negara tidak akan mengizinkan individu, korporasi untuk menguasai transportasi publik serta berabagai sarana dan infrasturktur lainnya.

Kapitalisme – demokrasi merupakan akar dari setiap permasalahan yang terjadi di negeri ini. Kembali kepada Islam dalam naungan khilafah merupakan satu-satunya solusi yang tepat untuk menuntaskan segala permasalahan di negeri yang kita cintai ini.

Wallahu a’lam bishawwab.

 

[ra/LM] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis