Ghuraba, Generasi Dambaan Akhir Zaman
Oleh Yulia Hastuti, SE, M.Si
LensaMediaNews – Hadist yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan datangnya suatu zaman, dimana yang bersungguh-sungguh dalam memenuhi kewajiban agama akan terasa asing di tengah-tengah manusia telah tiba di pelupuk mata. Zaman ketika kita melaksanakan tuntunan menjadi sebuah tontonan.
Tatkala menunaikan keta’taan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dianggap sebagai keanehan dan dipandang sebagai perilaku berlebihan bahkan melampaui batas. Di zaman kini pula saat kita berpegang teguh pada dienul Islam dianggap sebagai ketidakwarasan.
Konsekuensi patuh terhadap syariat Allah dalam hal berpakaian, beramal, berucap dan bertingkah laku akan terlihat aneh dan asing di tengah masyarakat yang rusak karena jumlah mereka yang sedikit di tengah mayoritas.
Hal ini telah jelas dikabarkan melalui hadis dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntunglah Al ghuraba’ (orang-orang yang asing)” (HR. Muslim).
Dalam riwayat Imam Ahmad beliau ditanya siapakah Al ghuraba’ itu wahai Rasulullah, dan beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang shalih yang berada di antara orang-orang rusak yang jumlahnya banyak sekali. Yang menentang mereka lebih banyak dibanding yang mengikuti. ”
Dalam kitab Sunan Ibnu Majah berkata As Sindi dalam Hasyiyah-nya disebut ‘gharib’ jika pengikutnya sedikit dan maksud asal dari kata ‘gharib’ adalah jauh dari negeri. Ini menunjukkan bahwa memperjuangkan dan menjalankan ajaran Islam memang butuh akan keterasingan dari negeri.
Ketika itu butuh ada kesabaran ekstra dalam menghadapi keterasingan sebagaimana awal-awal munculnya Islam. Di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala Al ghuraba‘ mempunyai kedudukan yang begitu mulia. Bahkan para nabi dan syuhada tergiur oleh mereka karena dekatnya kedudukan mereka di sisi Allah di hari kiamat.
Abu Malik berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang bukan para nabi dan syuhada namun para nabi dan syuhada berharap seperti diri mereka, yang duduk bersanding dan dekat dengan Allah.”
Mendengar hal itu para Sahabat radhiyallahu ‘anhum bertanya: “Siapakah mereka wahai Rasul? Semoga kami bisa turut mencintai mereka.” Rasulullah pun menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah tanpa ada hubungan keluarga dan nasab di antara mereka. Wajah-wajah mereka bagaikan cahaya di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Mereka tidak takut di saat manusia takut, dan mereka tidak sedih di saat manusia sedih.”
Al ghuraba’ memiliki kedudukan mulia dikarenakan ketakwaan mereka yang senantiasa melakukan perbaikan ketika manusia sudah rusak. Walaupun jumlah mereka sedikit dengan kaum yang beraneka ragam, namun mereka saling mencintai dengan ruh Allah dan mereka memperoleh kedudukan mulia tanpa menjadi syuhada.
Memperhatikan perjalanan hidup orang-orang bertakwa meringankan rasa berat di hati ketika merasa terasing gara-gara mengamalkan ajaran agama. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:ㅤ
“Jika engkau melihat dirimu terasing di jalan kebenaran, maka perhatikanlah perjalanan orang-orang shalih terdahulu, yaitu para nabi, para ulama, orang-orang shalih dan para syuhada. “
Meskipun seluruh riwayat telah menyepakati bahwa Al ghuraba’ bukan termasuk para nabi dan syuhada, namun mereka meneladani kehidupan salafus shalih terdahulu. Telah jelaslah dari hadist-hadist di atas mendeskripsikan telah datangnya zaman dimana kondisi masyarakat yang bobrok dan tersebarnya kemaksiatan yang semakin merajalela.
Kian nyata penyimpangan terhadap syariah Allah Subhanahu wa ta’ala yang berakibat salahnya tuntunan baik dalam perihal ide, perilaku, pemikiran, hukum dan aturan yang bertentangan dengan fitrah Islam.
Maka sudah sepatutnya Al ghuraba‘ menjadi orang-orang yang beruntung, mendapatkan kegembiraan, kesenangan, kebaikan serta keberkahan di dunia dan akhirat. Amalan mereka memang tampak asing, tetapi mereka adalah sebaik-baik manusia.
[LM]