Mewujudkan Dua Junnah di Bulan Penuh Berkah

Oleh : Arwiyanti

 

Lensa Media News – Ramadan tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Ramadan tahun ini dibayangi oleh pandemi Covid-19. Sehingga memaksa diri untuk tetap di rumah, walaupun untuk shalat tarawih.

Selain menghilangkan semarak Ramadan, pandemi ini juga menimbulkan efek luar biasa. Banyaknya PHK, susahnya mencari uang, kemiskinan, kelaparan hingga berputus asa dan memilih mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. .

Di sisi keamanan, juga mengkhawatirkan. Kriminalisasi sangat tinggi. Banyak napi asimilasi yang kembali berbuat kejahatan. Setidaknya Polri menangkap kembali 13 orang narapidana (napi) yang melakukan kejahatan setelah sebelumnya mendapat asimilasi dan pembebasan bersyarat terkait wabah Covid-19 (Kompas.com,19/4/2020).

Namun, keadaan itu tak akan menghilangkan keberkahan bulan Ramadan. Walaupun masyarakat belum merasakannya. Apalagi keberkahan hanya diartikan sebagai bertambahnya kenyamanan dan ringannya beban kehidupan. Padahal bukan hanya seperti itu. Sebenarnya, keberkahan itu tidak dapat kita rasakan karena aturan yang berlaku bukan berasal dari Allah. Aturan yang ada malah membuat kehidupan semakin sempit, berat dan bertambah rusak.

Allah SWT berfirman dalam Surat ar-Rum ayat 4, yang artinya:
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Harus kita sadari, hadirnya wabah ini justru sebagai berkah dari Allah SWT. Karena, memberi kesempatan kita untuk bermuhasabah dan mentaubati dosa yang telah kita perbuat. Baik dosa individu seperti kelalaian kita terhadap kewajiban sebagai istri, suami, anak dan anggota masyarakat. Juga dosa kolektif, seperti tidak diaturnya masyarakat dengan hukum yang Allah tetapkan hingga kemaksiatan merajalela.

Dosa individu bisa terhapus dengan kita berpuasa. Rasulullah SAW bersabda: “ Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Selain sebagai penghapus dosa, puasa juga bisa menjadi junnah/perisai dari melakukan perbuatan dosa. Rasulullah SAW bersabda: “ Kalau ada orang yang mencaci maki atau mengajak berkelahi, katakan ‘aku sedang berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi SAW juga bersabda: “ Rabb kita ‘azza wa jalla berfirman, puasa adalah perisai, yang dengannya seorang hamba membentengi diri dari api neraka, dan puasa itu untuk-Ku, Aku-lah yang akan membalasnya.” ( H.R. Ahmad)

Dan masih banyak lagi hadist yang menjelaskan bahwa puasa adalah junnah atau perisai. Karena puasa akan menjadi hijab atau pembatas hingga kita tidak akan memperturutkan hawa nafsu yang menyebabkan jatuh ke dalam dosa dan terancam siksa neraka.

Keberadaan puasa sebagai junnah juga sejalan dengan tujuan disyariatkannya puasa, yang tertuang dalam surat Al Baqarah ayat 183 yaitu agar kita bertakwa.

Orang bertakwa adalah orang yang senantiasa menjaga diri dari perbuatan dosa, meninggalkan apa yang dilarang dan menjalankan apa yang diperintahkan Allah SWT. Perlu diingat bahwa seruan ketaatan itu tidak hanya untuk individu, tapi juga untuk masyarakat dan negara.

Sebagai contoh, riba adalah sesuatu yang jelas diharamkan, namun malah dijadikan penopang di negeri ini. Maka tak cukup individu yang menghindari dan bertaubat tapi juga masyarakat bahkan negara. Negara harusnya membuat peraturan dan sanksi untuk pelaku riba dan menerapkan sistem ekonomi Islam. Namun, hal itu tak akan terwujud sebelum munculnya ketakwaan kolektif.

Nah agar ketakwaan kolektif terbentuk, harus ada sebuah kepemimpinan yang mau menjalankan hukum-hukum Allah. Dimana pemimpin itu berfungsi sebagai pelindung bagi rakyatnya dan akan selalu mengajak masyarakat untuk bertakwa kepada Allah.

Rasulullah SAW bersabda ” Sesungguhnya seorang imam adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung.” (HR. Bukhari, Ahmad An Nasai)

Imam yang dimaksud disini adalah khilafah seperti yang dijelaskan imam Al Mawardi dalam kitabnya Ahkam Sulthoniyah. Dan seorang Imam atau kholifah itu memerintah manusia untuk selalu berada dalam ketakwaan kepada Allah dengan adil yaitu memberlakukan hukum-hukum Allah

Dengan demikian, dua junnah yakni puasa dan khilafah ini harus ada di tengah masyarakat. Maka sudah selayaknya, di tengah bulan Ramadan dan pandemi saat ini mampu mendorong kaum muslimin untuk meningkatkan ketakwaan dan juga semakin mendorong perjuangan menuju terwujudnya sistem kepemimpinan Islam.

Wallahu a’lam Bish Showab. 

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis