Virus Corona Merajalela, Bagaimana Kesiapan Menghadapinya?

Oleh: Kunthi Mandasari

 

LensaMediaNews – Pandemi Covid-19 telah menyebar ke berbagai arah. Bukan hanya menjangkiti manusia, bahkan menelan banyak nyawa. Bahkan mampu melumpuhkan perekonomian yang ada.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali jatuh, hingga melewati level Rp 16.000/US$ (cnbcindonesia.com, 16/03/2020). Harga saham-saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) berguguran. Bahkan ada 10 saham anjlok lebih dari 70% (cnbcindonesia.com, 19/03/2020).

Sedangkan jumlah korban yang berjatuhan terus bertambah. Data dari Coronavirus COVID-19 Global Cases by Johns Hopkins CSSE menunjukkan jumlah orang yang terinfeksi virus corona secara global telah mencapai 82.171 jiwa. Jumlah tersebut merupakan data terbaru per pukul 17.30 WIB, 27 Februari 2020 (tirto.id). Sedangkan secara nasional, per 19 Maret 2020, kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 309 kasus, dimana 25 pasien meninggal dan 15 orang sembuh. Sebagaimana dikutip dari BBC News Indonesia (19/03/2020).

Namun, sampai saat ini belum ada kebijakan yang memuaskan. Sebuah putusan telah diketuk. Bahwa tak ada lockdown. Hanya social distancing yang belum sepenuhnya ditaati oleh sebagian orang, serta pemeriksaan massal yang belum terealisasi. Sedangkan sumber pandemi dibuka lebar-lebar. Turis asing masih diberi akses masuk terutama dari negara awal mula pandemi. Jika begini, bagaimana pandemi bisa dihentikan?

Melihat penyebaran Covid-19 yang massif, harus ada langkah-langkah penanggulangan konkrit, guna menyelamatkan ratusan juta nyawa yang kelak akan meminta pertanggungjawaban. Langkah awal berupa lockdown seharusnya dengan berani ditetapkan. Sehingga jumlah penderita bisa ditekan dan fokus pada penyembuhan bagi mereka yang telah positif terkena Covid-19. Social distancing harus ditaati oleh semua orang. Sayangnya lockdown belum bisa diambil karena pertimbangan kerugian yang akan ditimbulkan. Sedangkan kemandirian ekonomi yang menjadi target, hingga kini belum mampu terealisasi. Jika begini, krisis seperti pada tahun 1998 bisa kembali terulang. Padahal tanpa krisis pun, jumlah pengidap kelaparan telah mencapai angka 22juta orang.

Menjadi sebuah negara mandiri bisa diwujudkan, jika aturan yang terapkan adalah syariat Islam. Bukan sistem kapitalisme yang mengejar keuntungan. Melalui empat sumber ekonominya yaitu pertanian, perdagangan, jasa dan industri. Dengan ditopang politik ekonomi (kebijakan ekonomi), negara akan memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok individu berupa sandang, papan dan pangan. Juga menjamin kebutuhan asasi masyarakat, seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan, sehingga negara bisa merebut hati rakyat dan menjaga stabilitas domestik.

Pada saat yang sama, ekonomi politik (sistem ekonomi) negara, yang dibangun dengan tiga pilarnya, yaitu kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan distribusi, benar-benar bisa menjamin terwujudnya politik ekonomi di atas. Dengan penerapan syariah Islam secara kaffah menjadikan negara mampu berdiri mandiri.

Selain itu, pemimpin dalam Islam yang telah tertanam akidah akan merasa takut terhadap amanah yang dimilikinya. Mengingat setiap nyawa yang berada dalam tanggung jawabnya akan dimintai pertanggungjawaban. Maka, untuk mengambil langkah lockdown dan menderita kerugian ekonomi bukan sesuatu yang menakutkan, selama setiap nyawa bisa diselamatkan.

Wallahu’alambishawwab.

 

[lnr/LM] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis