Wabah LGBT Semakin Merajalela, Islam Solusinya

Oleh : Rengga Lutfiyanti

 

Belum lama ini, dunia khususnya masyarakat Indonesia, dikejutkan dengan sebuah kabar yang memberitakan seorang mahasiswa asal Indonesia yang menjadi pelaku pemerkosaan di Inggris. Bahkan berita ini sempat menjadi trending topik di beberapa media massa. Dialah Reynhard Sinaga (36), yang mendadak menjadi pembicaraan publik setelah pengadilan Manchester, Inggris, menyatakan dirinya bersalah atas kasus pemerkosaan terhadap 136 laki-laki.

 

Selama sidang tahap I-IV, Reynhard telah dinyatakan terbukti bersalah atas 159 dakwaan. Hakim merinci Reynhard melakukan tindak pemerkosaan sebanyak 136 kali, usaha untuk pemerkosaan sebanyak 8 kali, kekerasan seksual sebanyak 13 kali, dan kekerasan seksual dengan penetrasi sebanyak 2 kali (bali.tribunnews.com, 08/01/2020).

 

Dalam berita lain yaitu media Inggris Daily Mail, menyebut Reynhard lebih menyukai kehidupan di Inggris yang lebih liberal. Kondisi masyarakat Indonesia yang masih belum bisa menerima gay secara terbuka, merupakan alasan utama Reynhard enggan pulang. Dia lebih menikmati kehidupan di Manchester, Inggris, yang lebih toleran terhadap gay (tempo.co, 08/01/2020).

 

Hal tersebut menunjukkan bahwa akar masalah dari kasus Reynhard ini adalah diterapkannya sistem yang liberal di tengah-tengah kehidupan masyarakat saat ini. Yaitu sebuah sistem yang mengagung-agungkan tentang kekebebasan. Dimana tidak ada seorang pun yang bisa menghalangi mereka dalam berperilaku. Adanya sikap yang mendukung atau toleran terhadap perilaku LGBT, membuat LGBT ini semakin tumbuh subur.

 

Selain itu diterapkannya sistem sekulerisme atau pemisahan agama dari kehidupan juga turut andil dalam berkembangnya LGBT di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Adanya kasus Reynhard ini juga membuktikan bahwa sistem pendidikan yang materialistik-sekuleristik telah gagal membawa manusia kepada jati diri seorang manusia yang sebenarnya.

 

LGBT tidak boleh dipandang sebagai sebuah fenomena biasa, tetapi harus dipandang sebagai fenomena yang besar dan memerlukan penanganan yang serius. Sebab kini, LGBT kian tumbuh subur karena adanya sistem yang mendukung. Sehingga hal ini tidak boleh dipandang remeh. Oleh karena itu, LGBT harus dihentikan.

 

Dalam Islam disebutkan bahwa LBGT merupakan sebuah kejahatan dan kemungkaran yang besar. Bahkan Allah Swt melaknat para pelaku LGBT. Para pelaku LGBT ini harus dihukum dengan hukuman yang setimpal. Dalam Islam hukuman bagi para pelaku LGBT adalah hukuman mati. Hal ini didasarkan pada sebuah hadist dari Ibnu Abbas r.a., sesungguhnya Nabi Saw bersabda, “Barang siapa yang kamu dapati melakukan perbuatan Kaum Luth, maka bunuhlah pelaku dan teman pelakunya.” (HR Ahmad dan Sunan yang empat selain al-Nisa’i dan oleh al-Hakim dan al-Baihaqi)

 

Karena LGBT merupakan masalah yang sistematik, sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan peran negara dalam mencegah perilaku LGBT ini. Sebab negara adalah sebuah institusi yang bisa mengeluarkan serta menerapkan aturan secara praktis dan sistematik.

 

Dalam Islam, keberadaan negara akan senantiasa menjaga akidah Islam guna menjaga ketakwaan mereka. Sehingga rakyat akan memiliki kendali internal yang dapat mencegah dari tindak kriminal termasuk LGBT. Rakyat akan mampu menyaring informasi dan budaya yang merusak. Selain itu negara juga berperan dalam pencegahan penyebaran konten yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi di masyarakat.

 

LGBT bisa berkembang karena adanya sistem yang mendukung. Sehingga dibutuhkan sebuah sistem yang bisa mencegah dan menghentikan itu secara permanen. LGBT bisa dicegah dan dihentikan hanya dengan sistem Islam yakni khilafah. Sebuah sistem yang mampu menerapkan syariat Islam secara kaffah. Sebab dalam naungan khilafah, umat akan dibangun ketakwaannya. Diawasi perilakunya oleh masyarakat agar tetap terjaga, dan dijatuhi sanksi bagi mereka yang melanggarnya sesuai dengan sayriat Islam. Sehingga Islam akan tampak aslinya sebagai rahmatan lil ‘alamin. Wallahu a’lam bishshawab. [RA/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis