Polemik BUMN
Oleh: Isnawati
LenSaMediaNews– Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) yang merupakan perpanjangan tangan di sektor bisnis memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam mewujudkan kesejahteraan umat. Mewujudkan ketahanan energi nasional yang lebih handal terus dilakukan oleh pemerintahan Jokowi dan menjadi prioritas utama dalam memperbaiki perekonomian negara.
Sekretaris kabinet Pramono Anung mengatakan bahwa perubahan besar-besaran memang perlu dilakukan termasuk dengan bongkar-pasang dalam internal, sebagai upaya perbaikan. Pendapat tersebut juga didukung oleh Erick Tohir dengan memilih Basuki Tjahaja Purnama sebagai Komisaris Utama di Pertamina. Figur yang diyakini mampu mendongkrak, mengurangi impor sesuai target yang diharapkan. karakternya yang keras dianggap sangat mendukung. BBC news Indonesia ( 22/11/2019 ).
Penunjukan Ahok sebagai Komut di PT. Pertamina menuai pro dan kontra. Sorotan tersebut dilihat dari banyak hal salah satunya karena Ahok ditempatkan ditempat yang strategis yaitu BUMN energi yang beresiko tinggi. Dimana kemampuan dalam menyelesaikan proyek-proyek yang ada dan mengerti seluk-beluk BUMN harus benar-benar dikuasai.
Walaupun banyak pihak yang meragukan kemampuan Ahok, tetapi penempatan sebagai Komut pun terus dilanjutkan, etika dan suara rakyat tidak menjadi suatu pertimbangan. Dan yang lebih parah lagi banyaknya kasus yang mendera Ahok diabaikan, seperti kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras, Taman BMW, Lahan Cengkareng Barat, yang masih menggantung dan Penistaan agama.
Jika dilihat dari tujuan perubahan dalam tubuh BUMN itu sendiri adalah, untuk mencari jalan keluar dari setiap masalah yang ada yaitu memberantas mafia migas, mengurangi bahkan menghilangkan CAD ( Current Account Defisit ).
Mengadakan suatu perubahan adalah hal yang fitrah pada manusia. Menjadi berlebihan apabila menganggap mantan Gubernur DKI Jakarta itu sebagai penyelamat BUMN. Sebenarnya mudah saja kalau memang benar lembaga BUMN adalah sarang mafia, tinggal mendatangkan Polri dan Kejaksaan untuk menuntaskan masalah yang ada.
Inilah kesalahan yang fatal dalam memahami fakta, alhasil solusi yang ditawarkan pun adalah ilusi. Sebenarnya akar masalah kecarut marutan terletak pada kesalahan dalam menggunakan landasan, tanpa standar kebenaran yang jelas. Buktinya dengan dipilihnya Ahok sebagai Komut di PT Pertamina walaupun mendapat banyak penolakan.
Memilih orang-orang untuk mengelola BUMN berarti berbicara masalah landasan pijakan, agar bisa menyelesaikan sengkarut di dalamnya, sebab dalam menyelesaikan masalah harus tanpa masalah lagi. Sedangkan landasan yang digunakan negeri ini, dalam mengelola BUMN adalah demokrasi sekularisme. Landasan inilah yang menghancurkan tata kelola kekayaan negara dengan kepemimpinan yang penuh intrik dan kepentingan.
Demokrasi sekularisme telah melahirkan tata kelola perusahaan yang dikerumuni kepentingan politik dan oligarki. Dimana kepentingan pertemanan dan balas budi menjadi prioritas karena tidak adanya landasan pahala dan dosa. Alhasil solusi yang ditawarkan pragmatis hanya mencari sosok pemimpin yang keras walaupun tanpa akhlak, tidak memahami masalah negeri ini. Sekeras apapun karakteristik seseorang dalam menjalankan peraturan di sistem sekulerisme hari ini, tidak akan pernah mampu menuntaskan kemelut yang ada. Kekerasan yang lahir dari landasan pijakan sekuler melahirkan kepemimpinan yang hanya bertujuan pencitraan.
Pencitraan tidak akan menyejahterakan umat dan harus segera di ubah dengan perubahan yang hakiki. Sinergi dan kolaborasi antara negara dan peraturan Islam harus segera diterapkan secara menyeluruh. Landasan yang benar akan membuahkan hasil yang nyata yaitu kesejahteraan umat.
Islam sudah mengatur tentang politik dan perekonomian berlandaskan keimanan. Penunjukan dan yang ditunjuk mengelola aset negara atas dasar kesadaran kewajiban pada Pencipta dan Pengatur kehidupan.
Sudah saatnya umat dan penguasa untuk segera kembali pada fitrah yaitu kebenaran Islam. Kebenaran Islam akan membimbing dan mengembalikan kembali kemampuan menguasai teknis dan behavior dalam mengambil alih kembali apa yang menjadi hak umat.
Mengambil alih kembali hak umat membutuhkan leadership yang dinamis sesuai kondisi dan kebutuhan. Leadership development untuk mempersiapkan market, sosial dan politik hanya bisa diwujudkan dalam negara yang menerapkan Islam secara menyeluruh.
Kemajuan suatu bangsa tergantung dari sistem pemerintahannya. Dimana keadilan, kesejahteraan bukan janji hampa, bukan tempat persembunyian manusia-manusia serakah. Landasan idiologi yang benar yaitu Islam kaffah memberikan keuntungan antara pemerintah dan umat.
“Sesungguhnya dunia adalah ladang bagi akhirat, tidaklah sempurna agama kecuali dengan dunia. Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar, agama merupakan pondasi dan penguasa adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur, dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan hilang. Dan tidaklah sempurna kekuasan dan hukum kecuali dengan adanya pemimpin.” (Imam Al-Ghazali, ihya Ulumuddin, 1/17 Mawqi’ Al Warraq)
Wallahu a’lam bissowab.
[ LM/El ]