Tanpa Khilafah, Uyghur Terus Berdarah

Beberapa hari terakhir ini, berita penganiayaan muslim Uyghur kembali mencuat. Foto-foto penyiksaan di kamp-kamp konsentrasi tersebar luas. Dunia tak lagi diam. Gelombang demonstrasi yang mengecam pemerintahan Cina berlangsung di beberapa negara. Tak terkecuali Indonesia.

Apakah kehebohan ini akan melahirkan solusi? Atau hanya akan berlangsung sesaat saja, kemudian dunia kembali terdiam? Tanpa daya. Seperti sebelumnya.

Sampai hari ini muslim Uyghur sendirian. Disiksa. Dimurtadkan. Organ tubuhnya diperjualbelikan. Kelaparan. Menahan perihnya luka lama yang sudah bernanah, hingga akhirnya meregang nyawa.

Saat ini, kaum muslim yang tersebar di seluruh penjuru dunia tidak bisa berbuat apa-apa. Tanpa daya. Kakinya terikat sekat-sekat nasionalisme. Hanya mampu menangis melihat foto-foto penyiksaan yang dialami oleh saudara seimannya.

Sedangkan tangan-tangan penguasa muslim terbelenggu perjanjian bilateral dengan Cina. Otak mereka tersumbat berbagai kepentingan. Mata mereka buta tertutup berbagai investasi. Mulut mereka bungkam tersumbat utang. Mereka lumpuh, dan hanya terdiam.

Jika penguasa negeri-negeri muslim terus diam seribu bahasa. Mata dan hatinya terus membuta. Lalu siapa yang akan menolong muslim Uyghur yang meronta meregang nyawa?

Uyghur butuh sosok pemimpin yang dengan kekuasaan dan kekuatannya, mampu melindungi kaum muslim di seluruh penjuru dunia, yaitu seorang khalifah. Untuk itu, tak ada lagi kata nanti, kaum muslim harus bersatu, berjuang untuk menyegerakan tegaknya khilafah agar darah muslim Uyghur tak lagi tumpah.

 

Ria Asmara, Bogor

 

[LM] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis