Stunting Masih Menghantui Negeri
Oleh : Meita Ciptawati
(Pemerhati Remaja di Kabupaten Banjar)
LensaMediaNews – Masalah stunting atau pertumbuhan anak yang terhambat (kekerdilan) merupakan masalah global yang dihadapi banyak negara. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa pada tahun 2016 sekitar 155 juta (23 persen) anak di dunia mengalami stunting.
Di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI menyebutkan bahwa pada 2018 prevalensi balita yang mengalami stunting sebesar 30,8 persen, atau lebih tinggi dibandingkan rata-rata dunia (Kompas.com, 12-01-2019).
Kita temui juga di berbagai daerah di Indonesia, misalnya di Kota Baru Provinsi Kalimantan Selatan ada sebanyak 1.990 dari 11.485 bayi di bawah lima tahun (Balita) yang dipantau di 28 Puskesmas masuk status stunting atau sangat pendek (AntaraNews.com, 28-02-2019).
Upaya pemerintah menanggulangi stunting hanya sedikit membuahkan hasil. Data Riskesdas menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir angka prevalensi stunting turun cukup signifikan dari 37,2 persen pada 2013 menjadi 30,8 persen pada 2018. Target yang ditetapkan pemerintah dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2014-2019), yakni menurunkan prevalensi stunting menjadi 29 persen di tahun 2018 dan 28 persen di tahun 2019, belum tercapai. (Kompas.com 12-01-2019).
Stunting diakibatkan oleh banyak faktor seperti penyakit atau infeksi yang berkali-kali. Kondisi lingkungan, baik itu polusi udara, air bersih bisa juga berpengaruh. Tidak jarang pula masalah non kesehatan menjadi akar dari masalah stunting, seperti masalah ekonomi, politik, sosial, budaya, kemiskinan, kurangnya pemberdayaan perempuan, serta masalah degradasi lingkungan.
Menurut dokter Surdjito stunting bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya (bertubuh pendek/kerdil) saja, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang tentunya sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif (Surdjito.co.id, 22-07-2109).
Ini sangat mempengaruhi keberlangsungan estafet bangsa. Padahal kita tahu di tangan anak bangsa Indonesia akan maju. Maka perlu penanganan serius dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah stunting ini.
Kesadaran masyarakat yang kurang untuk memperhatikan asupan gizi dan kebersihan menjadi pendukung kasus tingginya stunting. Kebodohan masih menyelimuti masyarakat Indonesia karena banyaknya angka putus sekolah. Mereka harus bekerja keras mencari uang dengan pendidikan rendah dan akhirnya hanya bekerja serabutan, yang gajinya tak seberapa untuk mencukupi kebutuhan anak-istrinya. Tak heran terkadang istri ikut membantu suami mencari nafkah siang dan malam.
Untuk menyediakan makanan bergizi seolah jauh dari angan-angan mereka. Bisa makan untuk hari ini pun sudah cukup bagi mereka. Hingga hidup mereka hanya sekedar untuk materi semata. Bukan hidup yang berkualitas. Anak yang harusnya mendapatkan asupan gizi tak mampu terpenuhi. Akibatnya lahirlah generasi yang tidak sehat, kurang gizi, tidak cerdas dan lain-lain.
Padahal Islam menjamin kebutuhan pokok sandang, papan dan pangan untuk setiap individu masyarakatnya. Islam juga menetapkan keamanan, pendidikan dan kesehatan sebagai hak dasar seluruh masyarakat. Rasulullah saw. menjelaskan bahwa ketersediaan kebutuhan-kebutuhan ini seperti memperoleh dunia secara keseluruhan. Ini sebagai kiasan dari betapa pentingnya kebutuhan-kebutuhan tersebut bagi setiap individu. Rasulullah saw. bersabda:
“Siapa saja di antara kalian yang bangun pagi dalam keadaan diri dan keluarganya aman, fisiknya sehat dan ia mempunyai makanan untuk hari itu, maka seolah-olah ia mendapatkan dunia” (HR at-Tirmidzi).
Termasuk kesehatan merupakan hal penting yang sangat diperhatikan negara, selain akidah umat. Karena jika umat akan melahirkan generasi kuat.
Negara wajib menyediakan semua fasilitas dan tenaga medis demi kesehatan masyarakatnya. Sehingga kasus buruknya kesehatan, seperti stunting, dapat dicegah sejak dini. Bahkan dari mulai sebelum pernikahan terjadi. Sayang, penguasa hari ini nampaknya berlepas tangan dari kewajiban itu semua. Memang perlu adanya penguasa Islam yang akan menjamin hak-hak seluruh rakyatnya dapat terpenuhi.
Wallahu a’ lam biashowab.
[ry/LM]