PDAM Merugi, Swastanisasi Bukan Solusi

Oleh : Alfiana Rahardjo, S.P 

 

LensaMediaNews – Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan manusia. Karenanya, keberadaan air bersih senantiasa dijaga dan disediakan. Untuk itu, Pemerintah Indonesia telah mendirikan sebuah badan usaha di tiap-tiap daerah yang dikenal dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Tugas utamanya menyediakan air bersih dan menyalurkannya ke masyarakat agar bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari. 

Seiring dengan perjalanan tugasnya, kini PDAM sedang menghadapi persoalan dalam perihal keuangan. Banyak PDAM dari berbagai daerah mengalami kerugian. Menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), mencatat keuangan PDAM di berbagai daerah berstatus kurang sehat. Dari data Badan Pengelolaan Sarana Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (BPSPAMS) yang disampaikan pertengahan Oktober 2019, sebanyak 160 dari 391 PDAM di seluruh Indonesia. (cnbcindonesia.com, 2/12/2019).

Wapres Ma’ruf Amin pun menyoroti bahwa kerugian yang dialami PDAM akibat rendahnya tarif yang diberlakukan perusahaan air di daerah. Contohnya tarif air bersih di DKI Jakarta dan Depok hanya berada di kisaran Rp 7 ribu per meter kubik. Cara seperti ini membuat perusahaan air minum kesulitan karena tarif itu masih di bawah full cost recovery (FCR). Persoalan ini kemudian merembet ke pelayanan PDAM. Ma’ruf mengatakan PDAM menjadi terhambat melakukan perluasan layanan air minum yang aman kepada masyarakat. (cnbcindonesia.com, 2/12/2019).

Pernyataan Wapres tentang PDAM rugi akibat rendahnya tarif layanan menunjukkan bahwa SDA air yang merupakan harta milik umum dikelola untuk mendapatkan untung bagi Negara dengan menjualnya kepada rakyat .

Inilah yang terjadi akibat sistem yang berlaku di Indonesia adalah sistem kapitalis. Sistem yang menghendaki  keuntungan semata tanpa memperhatikan kepentingan rakyat. Dalam sistem ini persoalan yang dihadapi PDAM tersebut akan diselesaikan dengan melakukan kerja sama dengan pihak swasta.

Sebagaimana dilansir cnbcindonesia.com, 2/12/2019, ada dua strategi untuk merealisasikan target tersebut. Pertama yakni membantu stimulan berupa fisik dan pelatihan nonfisik, seperti kepegawaian, pelatihan keuangan. Kedua, pihaknya mendorong melakukan kerja sama dengan swasta.

Bila kita cermati, apabila solusi dari permasalahan yang dihadapi PDAM diselesaikan dengan cara kerja sama dengan swasta, maka persoalan tidak bisa terselesaikan. Justru rakyat semakin kesulitan mendapatkan air bersih dengan mudah. Hal ini dikarenakan keberadaan air bersih akan dikuasai swasta.

Berbeda dengan pandangan sistem ekonomi Islam,  SDA air merupakan milik umum atau milik rakyat yang wajib dikelola oleh Negara. Islam menetapkan bahwa kekayaan alam seperti air, minyak, gas, barang tambang sebagai milik umum. Kekayaan tersebut tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang atau pihak swasta. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu padang rumput, air dan api.“ (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Dalam sistem Islam, kebijakan pengelolaan air melibatkan peran negara. Negara berperan sebagai raa’in dan junnah. Sebagai raa’in (pemeliharaan urusan rakyat) bertanggung jawab penuh dalam hal pengelolaan air bersih sehingga hak individu maupun publik terjamin dalam memperoleh manfaatnya.

Sebagai junnah (pelindung), pemerintah berfungsi sebagai pelindung keberadaan air yang merupakan sumber daya alam tidak boleh dimiliki indvidu atau swasta. Penerapan sistem Islam inilah kunci penyelesaian persoalan kerugian PDAM. Tentu saja melibatkan peran pemerintah sebagai raa’in dan junnah dalam menerapkan sistem Islam.

Wallahu A’lam bi showab.

 

[ln/LM] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis