Aktualisasi Diri Tingkat Langit
Oleh: Ade Farkah, S.Pd.
LensaMediaNews— Aktualisasi diri merupakan dorongan seseorang untuk memaksimalkan penggunaan, kemampuan, keahlian dan seluruh potensinya untuk menjadi pribadi yang ideal. Dengan kata lain aktualisasi diri adalah proses kematangan (maturity) dalam diri seseorang dan menempatkan dirinya pada potensi yang dimiliki secara tepat.
Konsep “Self Actualization” atau aktualisasi diri merupakan istilah yang dikenalkan oleh seorang ilmuan bernama Abraham Maslow melalui teori hirarki kebutuhan manusia. Maslow mengungkapkan bahwa kebutuhan tertinggi manusia adalah mencapai aktualisasi diri yang hanya dapat dicapai apabila kebutuhan-kebutuhan yang lainnya (seperti: kebutuhan fisiologis, rasa aman, merasa memiliki dan mencintai, penghargaan) sudah terpenuhi.
Pada umumnya aktualisasi diri sering diidentikkan dengan karir atau pekerjaan (profesionalitas) seseorang. Sehingga konsep tersebut memiliki keterbatasan, karena karir memiliki batas waktu (masa jabatan) juga terbatas pada ruang gerak. Selain itu, ada sesuatu yang mungkin diharapkan sebagai kompensasi atas aktualisasi diri yakni berupa penghargaan (reward).
Istilah aktualisasi diri lebih relevan disematkan kepada seorang pengemban dakwah, dimana ia akan mengoptimalkan seluruh potensi dalam kehidupannya tanpa batas. Baik potensi fisik yang sifatnya materil maupun potensi non fisik, imateril. Di samping itu, seorang pengemban dakwah senantiasa harus menyelaraskan pemikiran (fikroh), hati (terkait dengan niat), penyampaian terkait dengan ucapan (lisan) dan tindakan (amaliyah). Sebagaimana Allah SWT tegaskan di dalam Alquran, bahwa hendaknya seseorang menyelaraskan antara ucapan dan perbuatan (QS. As Shaf : 2-3).
Seorang pengemban dakwah tidak terbatas pada karir atau pekerjaan tertentu. Karenanya siapa pun bisa menjadi pengemban dakwah. Hanya saja ia harus memiliki bekal ilmu yang cukup. Ketika ia memahami sesuatu (pemikiran/ fikroh) kemudian melakukan (tindakan/ amaliyah) selanjutnya ia akan menyampaikan (dakwah) kepada orang lain. Inilah wujud aktualisasi diri yang nyata.
Pada proses penyampaian inilah secara alami akan menuntut pengemban dakwah untuk memaksimalkan potensinya. Mengerahkan seluruh kemampuannya agar upaya (dakwah) tersebut dapat terlaksana. Bahkan, ia rela mengorbankan seluruh kehidupannya tanpa kecuali.
Hanya dengan keyakinan bahwa apa yang ia lakukan adalah satu-satunya jalan untuk mendapat ridho Allah Swt sebagai Sang pemilik kehidupan. Di sinilah letak keluhuran dan keistimewaan seorang pengemban dakwah. Tak mengharap sedikit pun atas sanjung puji manusia. Terlebih hanya sebatas karir atau pekerjaan yang sifatnya sementara dan fana. Waallahu a’lam. [LN/LM]