Sudah jatuh tertimpa tangga pula, ungkapan yang tepat untuk para korban calon jamaah Umrah First Travel yang gagal berangkat. Bagaimana tidak, sudahlah tertipu tak jadi berangkat kini harus menelan kembali pil pahit, uang hilang tak kembali.

 

Seharusnya mereka yang gagal berangkat mendapatkan uangnya kembali dari hasil sitaan aset perusahaan travel tersebut, namun nyatanya putusan kasasi Mahkamah Agung telah menetapkan bahwa aset sitaan barang bukti perusahaan First Travel disita untuk dilelang oleh negara.

 

Tentu saja hal ini membuat para korban kecewa dan tak terima. Apalagi tak sedikit dari mereka yang menabung lama untuk pergi umrah, nyatanya umrah tak jadi uang raib tak kembali. Kekecewaan bertambah ketika salah seorang kepala kejaksaan negeri mengatakan bahwa para korban lebih baik mengikhlaskan uangnya untuk diambil negara, karena pahalanya sama dengan umrah. Jelas saja pernyataan tersebut membuat banyak kontra di masyarakat.

 

Seharusnya keputusan yang diambil tak seenaknya dan malah membuat korban merugi dua kali. Karena dalam hal ini negara tidaklah dirugikan, bila sampai uang penggantian yang seharusnya menjadi hak korban diberikan pada kas negara maka sama saja artinya dengan negara mengambil keuntungan dari penderitaan para korban. Karena negara tak punya hak atas itu. Miris.

 

Terlihat jelas karena sistem kapitalis yang menjadi landasan di negeri ini, maka semua hal yang dapat menguntungkan negara akan dilakukan sekalipun ternyata itu akan membuat sebagian rakyatnya menderita. Berbeda ketika memberlakukan sistem Islam, yang mana negara tak akan mengambil apa yang seharusnya menjadi hak rakyatnya. Karena negara memiliki pemasukan sendiri tanpa merugikan masyarakat di dalamnya, terlebih dalam kasus penipuan seperti ini. Dengan begitu korban tak dirugikan dua kali, bahkan minim kemungkinan kasus penipuan ibadah umrah.

 

Nurul Rachmadhani, Ciomas-Bogor

Please follow and like us:

Tentang Penulis