BPJS : Kelihatan Manis, Rasa Miris

Oleh: Sumriani
( Anggota Forum Pena Dakwah Maros)

 

LensaMediaNews – Beberapa hari terakhir ini BPJS ramai diperbincangkan di kalangan masyarakat. Karena Adanya kenaikan tarif. Membuat beberapa kalangan tak sanggup membayarnya. BPJS lagi-lagi mencekik dan masyarakat kecil mulai mengeluhkan beratnya. Untuk makan sehari-hari saja mereka susah apalagi dengan adanya kenaikan iuran BPJS, rakyat makin bertambah bebannya.

Para Pengguna BPJS tak semuanya mendapatkan pelayanan dengan baik. Ada juga yang abai dan lebih mengutamakan pasien yang menggunakan jalur umum ketimbang pasien yang menggunakan BPJS. Jika menggunakan jalur umum, tentu saja bukan nominal yang sedikit.

Inilah akibat kita hidup di habitat sistem sekuler. Dimana keadilan sangat jarang kita temukan. Ketidakpedulian menjadi kejahatan sistem sekuler yang melahirkan para pejabat negara berakhlak buruk dan tidak punya empati atas penderitaan rakyat dan lepas tanggung jawab terhadap mereka.

Seperti yang dilansir CNN Indonesia pada Rabu (04/09), Moeldoko soal BPJS: masyarakat harus memahami sehat itu mahal. Dimana empati beliau sebagai pejabat hingga berkata demikian? tidak layakkah orang miskin mendapat pelayanan dan jaminan kesehatan?

Ditambah lagi dengan pernyataan Sri Mulyani dalam CNBC Indonesia NEWS pada 09/09, kenaikan iuran BPJS tak beratkan masyarakat kok. Bagaimana beliau bisa tahu tidak memberatkan? padahal keluhan ada di mana-mana. Begitulah harapan yang dibayangkan oleh pejabat, hanya manis-manisnya saja. Dengan dalih subsidi silang dan semuanya beres. Padahal kenyataannya miris, rakyat bawah menjerit dengan adanya kenaikan BPJS tersebut.

Jika kita telusuri dari sisi hukum Islam penggunaan BPJS, kita akan mendapatkan bahwa BPJS sekarang faktanya adalah asuransi konvensional. Maka MUI mengharamkan BPJS dengan alasan-alasan yang digunakan untuk mengharamkan asuransi konvensional (at ta`miin), yaitu adanya unsur gharar (ketidakpastian, uncertainty), riba (bunga), dan maisir (judi/spekulasi).

Itulah alasan-alasan yang memang ada pada fakta BPJS saat ini. Misalnya, dana premi (iuran) yang dibayarkan peserta BPJS ternyata diinvestasikan dalam usaha-usaha non halal, yaitu deposito dan obligasi konvensional yang berbunga (riba). Selain itu, dana surplus dan defisit underwriting dalam BPJS ternyata dikelola dengan basis gharar dan pinjaman berbunga (riba).

Sehat itu memang mahal karena negara abai terhadap rakyat. Yang perlu diketahui bahwa mahalnya biaya kesehatan sebetulnya merupakan dampak riayah negara yang buruk. Dan kondisi-kondisi semacam ini wajar terjadi akibat indonesia menerapkan sistem Kapitalisme Neolib.

Fakta lain tentang iuran BPJS, iurannya berbeda-beda, ada yang kelas atas, menengah hingga bawah. Sungguh ironis, kesehatan yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah kini dilempar tangan pada rakyat, padahal tugas seorang pemimpin adalah memenuhi kebutuhan masyarakat seperti sandang, pangan, papan.

Lalu bagaimana solusi untuk menyelesaikan semua ini? apakah kita lupa bahwa masih ada sistem yang berasal dari Allah, tentunya bukan sistem buatan manusia yang akalnya terbatas. Ini merupakan sistem yang telah berhasil berdiri hingga 1300 tahun lamanya, bukan waktu yang sedikit. Jika kita menerapkan sistem tersebut niscaya kehidupan dalam masyarakat akan damai, tak perlu banyak biaya untuk hidup. Suami pun hanya mencari nafkah secara makruf bukan semua biaya hidup.

Dalam Islam, negara berfungsi meriayah dan menjaga umat melalui penerapan sistem Islam. Salah satunya, negara menjamin kesejahteraan termasuk bidang kesehatan dengan murah bahkan gratis. Oleh karena itu, tunggu apa lagi? kita tegakkan sistem Islam secara keseluruhan agar kesejahteraan dapat kita rasakan dalam sistem kepemimpinan Islam yang kaffah.

Wallahu a’lam.

 

[ry/LM]

Please follow and like us:

Tentang Penulis