Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut telah melakukan penindakan kurang lebih 120 Kepala Daerah yang terjerat kasus korupsi maupun pencucian uang. Dimana kepala daerah yang ditangkap dalam OTT ada sekitar 49 kepala daerah. Untuk tahun 2018, ada sekitar 22 kepala daerah ditangkap OTT. Kemudian di tahun 2019 ada sekitar sembilan kepala daerah.

 

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan bahwa proses hukum terhadap kepala daerah membuka tabir adanya persoalan dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung. Menurut Febri, bila KPK tak melakukan pengungkapan kasus, bukan tidak mungkin setiap pihak menganggap tidak ada persoalan Pilkada langsung. (Galamedianews, 19/11/2019)

 

Sejak reformasi, Indonesia makin demokratis. Sayangnya proses demokratisasi itu tak signifikan dengan proses pemberantasan korupsi. Bukannya korupsi hilang, tapi tambah tak karuan. Jumlahnya pun tak lagi jutaan tapi Milyaran.

 

Ada apa? Ya, karena demokrasi itu mahal. Demokrasi butuh uang. Bisa dibayangkan, berapa uang yang harus disiapkan oleh seorang wakil rakyat atau kepala daerah agar namanya dikenal dan kemudian dipilih oleh konstituennya.

 

Persoalan korupsi bukan sekadar persoalan individual. Korupsi di Indonesia adalah masalah sistemik. Menurut pengamat politik Suswanto Abu Alya, demokrasi adalah sistem rusak sehingga membuat individu menjadi rusak. “Perpaduan antara sistem yang rusak dengan individu yang rusak sangat membahayakan sekali. Seperti terlihat sekarang ini,” katanya.

 

Sistem demokrasi liberal telah menjadikan ukuran kebahagiaan semata-mata fisik dan material. Ketika seseorang ingin menjadi seorang politisi dan pejabat, dia akan melakukan semua cara untuk memperbanyak kekayaan serta merebut kekuasaan. Kekuasaan membuat dia merasa mendapatkan kebahagiaan, mendapatkan semua yang diinginkan. Di sisi lain, hukum yang ada sangat lemah untuk membuat jera koruptor. Ini semakin menunjukkan bahwa sistem demokrasi ini biangnya korupsi karena kursi demokrasi itu mahal. Wallahua’lam. [EL]

 

Tawati, Majalengka

Please follow and like us:

Tentang Penulis