Bagai “Hantu” di Siang Bolong, BPJS Menjadi Momok Rakyat Kecil

Oleh: Desi Wulan Sari

 

LensaMediaNews— Polemik BPJS kian mengggunung. Yang awalnya hanya pada paksaan wajib memiliki BPJS, sampai pada kenaikan iuran 100% semua kelas, denda telat bayar, dan dan debt collector yang siap mendatangi warga untuk ditagih.

Kebijakan yang awalnya diulur-ulur pada akhirnya terbukti, kenaikan iuran BPJS disahkan pada 31 Oktober 2019. Bagaikan melihat “hantu” di siang bolong, melihat pengumuman yang dikeluarkan pemerintah baru terpilih ini, rakyat semakin mengelus dada atas kenaikan tetsebut. Ditambah lagi denda keterlambatan bayar menjadi ekstra beban berikutnya.

Apakah ini menjadi kado pahit bagi rakyat? Ternyata belum cukup penguasa membuat rakyat menjerit, ditambah lagi berbagai sanksi yang ingin diberlakukan dengan ancaman mempersulit segala macam perizinan masyarakat, jika “tidak punya BPJS tidak bisa mengurus paspor, SIM, sekolah, STNK, dll.” Dan belum juga cukup hancur rakyat dibuat, ditambah lagi debt collector yang disiapkan pemerintah untuk menagih warga secara door to door. Rasanya setelah hancur, rasa tidak bernyawa lagi rakyat dibuatnya.

Seperti yang dialami Suparni (55) warga Desa Gondang Karang Rejo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Karena alasan telat membayar iuran BPJS, ia tidak bisa menggunakan kartu BPJS kesehatannya bagi suami yang sakit dan dirawat di RSI Madiun selama 2 hari, yang akhirnya meninggal dunia di RS tersebut. Naas nya lagi saat Suparni ingin mengeluarkan jenazah suaminya, pihak RS tidak mengijinkannya sebelum melunasi tagihan perawatan dan pengobatan sebesar Rp6.800.000,- Dengan Perasaan lemas akhirnya anak Suparni menyerahkan motornya sebagai jaminan untuk mengeluarkan jenazah suaminya (Kompas.com, 7/8/2019).

Mengapa rakyat dibuat takut? Mengapa seakan menjadi beban yang sangat berat? Sejatinya BPJS kesehatan awalnya adalah jaminan kesehatan yang diberikan pada keuarga ASN, dan pensiunan, bahkan bagi masyarakat yang kurang mampu. Dulu pemerintah tunjuk tangan untuk merangkul rakyat dengan nencoba mengurangi beban rakyat dalam hal kesehatan. Kini rakyat malah dibuat takut dengan jaminan kesehatan yang dibuat pemerintah.

Semestinya pemerintah memahami bahwa kenaikan iuran BPJS tanpa adanya proses pembenahan dan pemilahan data kepesertaan dapat dipastikan akan membebani masyarakat. Terkait permasalahan yang dihadapi pemerintah yaitu defisit akibat tunggakan pembayaran Rumah Sakit oleh BPJS kesehatan, jangan melimpahkan beban itu kepada masyarakat dengan “meneror” keuangan rakyat yang hidupnya pas-pasan. Padahal jelas disebutkan dalam konstitusional bahwa kesehatan adalah kewajiban pemerintah yang tidak boleh diabaikan. Dan faktanya semua serba terbalik.

Dalam aturan Islam, pendidikan, kesehatan dan keamanan adalah tanggung jawab negara dan dijamin sepenuhnya menuju masyarakat yang makmur dan sejahtera. Dan itu sudah terbukti saat Pemerintahan Daulah mengatur semua urusan dasar masyarakat menjadi prioritas negara. Karena pemimpin Daulah (khalifah) menyadari bahwa negara adalah Junnah (Pelindung) bagi rakyatnya.

Salah seorang dokter yang juga merupakan ilmuwan bernama Abu Bakar Muhammad bin Zakaria al-Razi menjadi sosok yang berperan dalam perjuangan jaminan kesehatan di masa khilafah ‘Abbasiyah. Kepada murid-muridnya, ia mencoba meluruskan bahwa niat tulus seorang dokter adalah menyembuhkan orang sakit, yang lebih besar daripada niat untuk mendapatkan upah atau imbalan materi lainnya. Mereka diminta memberikan perhatian kepada orang fakir, sebagaimana orang kaya maupun pejabat negara. Mereka juga harus mampu memberikan motivasi kesembuhan kepada pasiennya, meski mereka sendiri tidak yakin. Karena kondisi fisik pasien banyak dipengaruhi oleh kondisi psikologisnya (‘Abdul Mun’im Shafi, Ta’lim at-Thibb ‘Inda al-Arab, hal. 279).

Perhatian di bidang kesehatan seperti ini tidak hanya terbatas di kota-kota besar, bahkan di seluruh wilayah Islam, hingga sampai ke pelosok, bahkan di dalam penjara-penjara sekalipun. Pada era itu, sudah ada kebijakan Khilafah dengan rumah sakit keliling. Rumah sakit seperti ini masuk dari desa ke desa. Perlu dicatat di sini, Khilafah saat itu benar-benar memberikan perhatian di bidang kesehatan dengan layanan nomor satu, tanpa membedakan lingkungan, strata sosial dan tingkat ekonomi.

Di Masa itu kaum muslim yang kaya berlomba ingin mendapatkan pahala sehingga banyak dari mereka yang mewakafkan hartanya untuk pembiayaan Rumah Sakit, seperti gaji karyawan, petugas Rumah Sakit, bahkan memberikan uang kepada pasien yang kurang mampu saat keluar dari Rumah Sakit.

Sungguh Islam diturunkan kepada umat manusia untuk mempermudah urusan manusia di dunia dan investasi pahala amaliyah untuk akhirat. Manusia tidak butuh aturan yang dibuat oleh makhluk karena banyak mudharatnya mudah dirubah dan ditambah sesuai dengan kepentingan penguasa. Sedangkan hukum syariat yang datangnya dari Allah telah sempurna Allah turunkan bagi manusia tidak akan mungkin ada yang mampu mengubahnya, karena Allah sendiri yang menjaga kitab-Nya. Oleh karena itu Islam adalah solusi seluruh masalah manusia. Karena Islam adalah rahmatan lilalaamiin. Wallahu a’lam bishawab. [Lm/Hw]

Please follow and like us:

Tentang Penulis