Impor Pacul; Malu-malu Tapi Mau
Oleh: Shafayasmin Salsabila*
LensaMediaNews— Gempar, pacul mencuri perhatian publik. Alat yang biasa digunakan oleh para petani ini, ternyata berbondong-bondong menyeberangi samudera hingga menembus pasar dalam negeri. Sebagian besar datang dari negara Tirai Bambu, asalnya “Kungfu Panda”. Lama kelamaan, pengrajin lokal gigit jari dibuatnya. Bagaimana pun pacul LN (luar Negeri) lebih dilirik, meski jargon “cinta produk dalam negeri” terus didengungkan.
Pacul, dengan volume sebanyak 292.444 kilogram (kg), diimpor sepanjang Januari-Oktober 2019. Senilai USD 106.127 atau Rp 1,48 miliar (kurs 14.000 per dolar AS). Data tersebut diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS). Secara rinci, impor pacul tersebut berasal dari China sebanyak 291.437 kg dengan nilai sebesar USD 106.062. Sisanya hanya sebesar 7 kg yang berasal dari Jepang dengan nilai sebesar USD 65. BPS bahkan mencatat sepanjang 2015-2018 impor cangkul seluruhnya berasal dari China. (Liputan6.com, 15/11/2019).
Wajar jika publik dibuat geleng-geleng. Pasalnya, pacul merupakan alat tradisional yang proses pembuatannya sederhana. Produksi lokal pun cukup berlimpah, ready stock. Tidak pernah didapati adanya kelangkaan pacul di pasaran. Pak Jokowi sendiri, selaku presiden RI mengaku heran, mengapa barang-barang yang mampu diproduksi oleh industri kecil dalam negeri, namun justru malah diimpor.
Anehnya, impor pacul ini telah berlangsung selama beberapa tahun dan dilegalkan. Pemerintah melalui PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) tercatat mengimpor cangkul dari China. Sekretaris Perusahaan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), Syailendra mengatakan, pihaknya telah mendapat izin dari Kementerian Perdagangan (Kemendag). Kemendag telah memberi penunjukan PT PPI sebagai importir cangkul resmi. (Liputan6.com, 15/11/2019)
Hal tersebut membuat Wakil Ketua Fraksi PKS DPR-RI, Mulyanto angkat bicara, dan mengkritik sikap RI-1 yang terkesan lepas tangan dalam urusan impor cangkul. Menurut Mulyanto, sebagai Presiden tidak sepatutnya Jokowi mengumbar keluhan di hadapan publik ketika menemukan data yang dianggap tidak pantas masuk ke dalam rencana kegiatan pemerintahan, termasuk masalah impor cangkul. (Eramuslim.com, 15/11/2018)
Akhirnya publik digelayuti tanda tanya besar. Sebenarnya, pihak mana yang diuntungkan dari kebijakan impor pacul ini. Mengapa bisa tetap eksis hingga bertahun-tahun? Benarkah kebijakan dibuat untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat Indonesia, sedang faktanya kebijakan impor pacul ini, justru membuat para pengrajin pacul rumahan hampir bangkrut.
Dalam pandangan islam, pemerintahan diselenggarakan dalam rangka mengurusi rakyat dengan syariat (aturan Allah). Dalam hal kesejahteraan, pemerintah wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap warga negaranya. Tanpa melihat apa agamanya, suku bangsa, ataupun warna kulit. Salah satu upaya yang ditempuh adalah pengoptimalan kinerja kepala keluarga dalam melakukan penafkahan. Dengan kata lain, pemerintah harus memberikan kemudahan dalam hal lapangan pekerjaan.
Pemerintah hadir untuk mendukung setiap pelaku usaha yang notabene adalah warga negaranya. Baik dengan memberikan modal, penyelenggaraan training keterampilan ataupun melindunginya dari serangan barang-barang impor. Ini dilakukan semata-mata karena kesadaran bahwa amanah kekuasaan kelak akan ada hisabnya. Airmata rakyat dijaga jangan sampai tumpah, karena hal tersebut akan membawa petaka dan penyesalan panjang.
Pemerintah juga akan berpikir dua kali untuk menukar 1,48 miliar dengan pacul impor. Uang sebesar itu bisa lebih bermanfaat jika dialokasikan untuk sektor lain, misalnya untuk dana perbaikan bangunan sekolah yang dikhawatirkan ambruk, atau bisa juga untuk menambal defisit anggaran BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan. Dengan demikian publik tidak lagi berpikir, bahwa pemerintah sengaja melanggengkan impor.
Sebenarnya rakyat sudah sangat merindukan kepemimpinan yang adil dan tegas dalam berpihak. Bukan semata karena kepentingan atau syahwat kekuasaan, tetapi tegak berdiri di atas sebuah sistem yang memerdekakannya dari kungkungan hawa nafsu, mengikhlaskan kepemimpinan hanya demi menggapai keridaan Allah azza wajalla. Tidak takut pada tekanan manusia. Pada saat itu, pacul impor hanya jadi kenangan. Produk lokal menjadi unggulan, bahkan diberi ruang untuk berkembang.
Layak untuk dijadikan renungan, tatkala Rasulullah Saw bersabda: “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian. Sedangkan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, kalian mengutuk mereka dan mereka pun mengutuk kalian.” (HR. Muslim no. 1855)
Wallahu a’lam bish-shawab. [AAH]
*anggota Forum Muslimah Peduli Umat, dari Indramayu