Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengatakan pasangan yang belum lulus mengikuti bimbingan pranikah atau sertifikasi siap kawin tak boleh menikah. Program bimbingan pranikah diharapkan mulai berlaku 2020.

 

Menurutnya, kementerian yang dilibatkan dalam menyiapkan program ini antara lain Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (cnnindonesia.com, 14/11/2019)

 

Tujuan dari program ini cukup baik yaitu agar para pasangan mendapatkan bekal agama, juga mendapatkan bekal tentang kesehatan reproduksi serta pengetahuan saat kondisi sedang mengandung. Sehingga melahirkan bayi-bayi yang sehat.

 

Wacana ini menuai pro dan kontra. Pasalnya, negara ini sedang darurat zina. Darurat seks bebas. Juga darurat korupsi dan suap.

 

Apa jadinya jika untuk menikah butuh sertifikat sedangkan seks bebas dibiarkan, terlebih dikalangan remaja. Tentu hal ini bisa menjadi petaka. Seks bebas akan semakin merajalela dan melahirkan masalah baru. Di antaranya mulai dari penyakit kelamin, aborsi, nasab hingga waris.

 

Ditambah lagi jika misalkan nanti prosedur mendapat sertifikat ini menbutuhkan biaya dan berbelit-belit. Tentunya akan membuka lebar peluang korupsi dan suap. Kemungkinan ini harus diwaspadai.

 

Jadi jelas bahwa, jika pasangan yang mau menikah wajib lulus sertifikasi, maka harus dibarengi juga dengan pelarangan terhadap seks bebas. Sehingga tujuan dari program ini tercapai. Jika hal ini tidak dilakukan, maka program ini akan compang camping. Menyelamatkan satu sisi namun menghancurkan sisi-sisi yang lain. Dan hanya akan menambah masalah baru.

 

Islam sangat jelas dalam mengatur pergaulan pria dan wanita ini. Di satu sisi, Islam melarang mendekati zina. Apalagi seks bebas. Dan di sisi lain, Islam memudahkan prosedur untuk menikah. Gayung bersambut. Sempurna. Melarang yang haram dan memudahkan yang halal. Wallahu a’lam bishawab. (LN)

Ria Asmara, Bogor.

Please follow and like us:

Tentang Penulis