Potret Generasi dalam Pendidikan Sekuler
Oleh : Uci Riswahyu
(Praktisi Pendidikan)
LensaMediaNews – Bangkitnya para generasi dapat dilihat dari bagaimana pemikirannya. Dimana generasi dapat bangkit ketika ada fasilitas dalam pendidikan yang dapat merubah pemikiran yang rendah menjadi pemikiran yang lebih tinggi serta mampu mewujudkan generasi yang cemerlang. Oleh karena itu pendidikan haruslah menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan oleh negara.
Namun sungguh disayangkan pendidikan di negeri ini begitu jauh dari harapan, dimana faktanya pendidikan saat ini belum mampu membentuk para generasi berkepribadian baik. Pasalnya tidak sedikit kita dapati pelaku kriminalitas itu berasal dari kalangan yang mengenyam pendidikan. Hal ini tentu menjadi pertanyaan besar ditengah-tengah masyarakat terkait bagaimana pengaruh pendidikan terhadap para generasi bangsa, jika dilihat masih banyak generasinya yang kehilangan jati diri.
Salah satu potret generasi yang menyayat hati adalah ketika terjadi kasus pembunuhan seorang guru yang dilakukan oleh beberapa muridnya. Adalah Alexander Warupangkey guru SMK Ichtus Manado (54) harus meregang nyawa karena dikeroyok dan ditikam oleh anak-anak didiknya tersebut (news.detik.com/26/10/2019).
Kasus tersebut menjadi salah satu bukti dari gagalnya sistem pendidikan saat ini yang tidak mampu untuk mewujudkan generasi yang berkepribadian baik. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam sistem pendidikan tidak terlepas dari intervensi asing yang berasaskan pada ideologi kapitalisme sekuler. Dimana pendidikan hanya dijadikan sebagai alat kepentingan penjajahan mereka, serta memusnahkan wahyu sebagai otoritas ilmu tertinggi dalam dunia pendidikan. Maka wajarlah sekalipun pemerintah menjalankan pendidikan karakter , namun outputnya tetaplah generasi yang rusak dan jauh dari Islam.
Adapun program pendidikan karakter dan narasi 6 literasi hadapi RI 4.0 yang dipandang pemerintah dapat memajukan dan membangun kualitas para intelektual, faktanya dalam program tersebut penuh dengan muatan sekulerisasi. Hal itu terlihat dari program tersebut yang hanya mengarahkan para intelektual untuk menjadikan pendidikan sekadar sebagai ladang untuk memanen kesuksesan dunia dengan mampu bersaing dalam dunia kerja.
“Kita akan membuat terobosan yang signifikan dalam pengembangan SDM, SDM siap kerja, siap berusaha, yang link and matched antara pendidikan dan industri,”, demikianlah ungkap menteri pendidikan dan kebudayaan tahun periode 2019-2024 Nadiem Makarim(kumparan.com/23/10/2019).
Dari pernyataan tersebut semakin tampak jelaslah bahwa pendidikan saat ini hanya diarahkan pada kepentingan bukan tujuan sebagai jalan mencerdaskan dan melahirkan generasi cemerlang.
Berbeda halnya di dalam Islam, dimana pendidikan menjadi tanggung jawab penuh negara. Negara akan memberikan fasilitas pendidikan secara cuma-cuma, karena melalui pendidikan bertujuan membentuk para generasi yang berkepribadian Islam bukan untuk di komersialisasikan. Maka wajarlah pada saat Islam diterapkan banyak terlahir para ulama dan ilmuan hebat yang berkepribadian islam.
Keberhasilan dalam melahirkan generasi atau intelektual yang hebat, beriman, bertakwa dan senatiasa berpikir cemerlang tidak mungkin akan terwujud dengan tetap mempertahankan pendidikan sekuler yang berasal dari ideologi kapitalis, seperti yang diterapkan oleh negara saat ini. Hanya dengan kembali kepada sistem pendidikan Islam melalui penegakan khilafahlah satu-satunya cara yang telah berhasil mewujudkannya.
Wallahu a’ lam biashowab.
[LS/ry]