Khilafah Biang Masalah?

Oleh: Dwi P. Sugiarti

(Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)

 

LenSaMediaNews– Akhir-akhir ini isu khilafah kembali mencuat ke permukaan. Pasca munculnya sederet aksi mahasiswa dan pelajar yang menolak pengesahan berbagai RUU, muncul berbagai spekulasi bahwa aksi mahasiswa di berbagai kota ditunggangi oleh berbagai pihak.

Beberapa menyebut bahwa mereka ditunggangi oleh lawan politik yang kalah dalam pemilu lalu hingga isu khilafah dan HTI dikaitkan dalam aksi tersebut. Memang hal tersebut bukanlah hal baru. Isu khilafah tak pernah hilang dan kerap menjadi buah bibir.

Bahkan saat pilpres lalu, Menkopolhukam, Wiranto mengatakan bahwa sejumlah hal yang mengganggu kesatuan dan Persatuan bangsa, salah satunya adalah kelompok khilafah yang disebut masih membonceng dalam perhelatan pemilu 2019. (www.viva.co.id, 16/05/19)

Ide khilafah selalu dipandang berbahaya bagi petinggi di negeri ini. Ia dianggap sebagai ancaman dan ide yang ekstrem. Penganutnya dianggap sebagai kelompok yang kerap menunggangi berbagai aksi yang dianggap menentang pemerintah. Padahal katanya negeri ini penganut demokrasi.

Hak bersuara harusnya dijamin bahkan dianggap hal yang biasa. Tentu kita bertanya, mengapa ide khilafah selalu dianggap biang masalah. Setidaknya ada dua faktor yang menjadi penyebabnya.

Pertama, Demokrasi tidak berlaku bagi Islam terkhusus ide khilafah. Selama ini walaupun hak berpendapat diakui sebagai bagian dari hak asasi manusia, acap kali ide Islam, syariat dan khilafah selalu dianggap menyalahi demokrasi. Di negeri ini, khilafah dianggap menyalahi konstitusi yakni Pancasila dan UUD 1945.

Padahal selama ini Pancasila lebih sering dijadikan kedok untuk melindungi kebijakan pemerintah dari para penentang kebijakan. Apalagi, pemerintah seolah menutup diri dari ide Islam beserta ajarannya. Padahal bisa jadi khilafiah menjadi solusi bagi carut marut dan permasalahan di negeri ini.

Kedua, tidak paham tentang Islam dan ajarannya. Mayoritas masyarakat Indonesia memahami bahwa Islam hanya berkaitan dengan ajaran yang bersifat individu seperti agama lainnya. Padahal, Islam adalah agama yang luas dan sempurna. Ajaran Islam mencakup tiga dimensi yakni aturan yang mengatur urusan individu dengan Allah, individu itu sendiri hingga individu dengan individu lainnya.

Sehingga dalam hal ini, Islam juga mengatur urusan negara. Lebih spesifik lagi, khilafah dan khalifah adalah bagian dari ajaran Islam. Istilah khilafah pertama kali digunakan dalam nash syariah dengan konotasi yang khas. Dalam hadis Nabi saw sebagaiamana yang diriwayatkan Ahmad bin Hambal:

“Ada era kenabian di antara kalian, dengan izin Allah akan tetap ada, kemudian ia akan diangkat oleh Allah jika Allah berkehendak untuk mengangkatnya. Setelah itu, akan ada era khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR. Ahmad)

Dalam Hadits lain dalam hadits Abu Hurairah ra., “Bani Israil dahulu telah diurus urusan mereka oleh para nabi. Ketika seorang Nabi [bani Israil] wafat, maka akan digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya, tidak seorang nabi pun setelahku. Akan ada para khalifah, sehingga jumlah mereka banyak.” (HR. Muslim)

Karena itu, istilah khilafah dan khalifah adalah istilah syariah yang memang digunakan dalam nash syariah dan bersumber dari wahyu. Sehingga harusnya saat negeri ini mayoritas penduduknya adalah muslim maka sepatutnya mereka menerima ide ini.

Bukan memandang negatif atau takut karena dianggap sebagai biang masalah. Saatnya kita menjadi masyarakat yang mau membuka diri. Apalagi, Islam dan ajarannya berasal dari Allah Swt, Tuhan pencipta alam semesta.

Wallahua’lam.

 

[Fa]

Please follow and like us:

Tentang Penulis