Kapitalisme Biang Kerok Karhutla

Oleh Tri Nuryani

 

LenSaMediaNews– Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih berlangsung di Sumatera dan Kalimantan. Sejumlah kota dilanda kabut asap. Bagi mereka, menghirup nafas yang bersih dan lega adalah barang mahal dan langka. Kabut asap yang semakin parah hingga mengakibatkan sejumlah penerbangan tertunda. Transportasi darat terganggu akibat terbatasnya jarak pandang. Mereka terpaksa meliburkan kegiatan sekolah. Lebih nahas lagi, tragedi ini telah memakan korban jiwa. (iNews Siang RCTI 19/9/19)

Polresta Barelang Batam berhasil menangkap tiga pelaku pembakaran hutan. Ketiganya diringkus, saat hendak membuka lahan di Bukit Bismilah Galang. Menurut pengakuan mereka, ada pengusaha Batam yang memberi uang untuk melakukan hal itu.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menduga ada perusahaan asing yang terlibat dalam kasus karhutla yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Meski demikian, menurut pantauan melalui helikopter, dari sekian ribu hektare luas lahan yang terbakar, tidak satu pun melahap lahan perkebunan sawit dan tanaman industri lainnya. Atas kejadian ini, pemerintah meminta ganti rugi kepada perusahaan yang telah terbukti melakukan pembakaran ini sebanyak 18,9 trillyun, namun mereka baru menerima 400 milyar. (Radio SS, 17/9/19)

Hutan Indonesia adalah paru-paru dunia yang sangat penting peranannya bagi kehidupan isi bumi. Selain itu hutan Indonesia juga menyimpan kekayaan hayati. Berbagai flora dan fauna hadir di hutan Indonesia menjadi kekayaan Indonesia bahkan dunia.

Namun ironis, Indonesia semakin menjadi perhatian dunia karena kerusakan sumber daya hutan yang benar-benar parah. Hijaunya alam Indonesia kian hari kian menyusut akibat pemanfaatan hutan tak terkendali. Jika tidak segera dihentikan, hutan yang tersisa akan segera musnah. Ditambah lagi dengan berbagai kasus kebakaran hutan dan lahan. Maka bisa dikatakan bahwa negeri paru-paru dunia ini tengah sakit paru-paru. Sesak nafas akibat kabut asap.

Sejatinya hal ini tak bisa dilepaskan dari sistem kebijakan yang menaungi negeri ini. Lambatnya respon dan penanganan dari pemerintah pusat telah membuat banyak korban kabut asap. Faktor penyebab karhutla adalah musibah yang selalu berulang, bahkan semakin hari semakin parah. Maka pasti ada faktor lain yang terlibat. Dan faktor itu ternyata terkait banyak hal seperti bisnis, sosial, budaya, hingga politis. Pasti ada akar masalah yang lebih mendalam.

Inilah musibah sistemis ideologis. Dan ternyata akarnya memang ideologis. Yakni Ideologi Kapitalisme Liberal yang meyakini bahwa distribusi barang dan jasa yang terbaik adalah yang menyerahkan semuanya pada mekanisme pasar. Begitulah Indonesia hari ini dengan Kapitalisme-Liberalisme sebagai asas negara.

Negara hanya jadi regulator saja, tidak ikut jadi pemain. Inilah yang kemudian menjadikan hutan diserahkan ke swasta, lalu swasta itu hanya bayar pajak. Di sisi lain, swasta tentu saja berpikir lebih dalam terkait apa yang mendatangkan profit baginya. Selebihnya, swasta tidak akan berfikir soal lingkungan, atau soal keselamatan penerbangan.

Masalahnya, para penguasa yang dipilih melalui proses demokrasi tentu saja akan ketakutan jika ditinggalkan para pengusaha. Siapa nanti yang akan membiayai kampanye, akan melobi anggota dewan, akan membayar pencitraan di media massa, jika bukan para pengusaha itu.

 

Islam Kaffah Solusi Penyelesaian Karhutla

Sebagian musibah yang ditimpakan oleh Allah subhanahu wata’ala terhadap manusia adalah akibat perbuatan manusia sendiri, termasuk bencana kabut asap. Allah Swt berfirman:

“Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali.” (Q. S. Ar-Rum: 41)

Bencana kebakaran hutan dan lahan hanya akan bisa diakhiri secara tuntas dengan sistem Islam. Islam menetapkan bahwa hutan termasuk dalam kepemilikan umum (milik seluruh rakyat). Rasul Saw. bersabda: “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Sebagai milik umum, hutan haram dikonsesikan kepada swasta baik individu maupun perusahaan. Dengan ketentuan ini, akar masalah kasus kebakaran hutan dan lahan bisa dihilangkan. Dengan begitu, kebakaran hutan dan lahan bisa dicegah sepenuhnya sejak awal.

Pengelolaan hutan sebagai milik umum harus dilakukan oleh negara untuk kemaslahatan rakyat. Dengan dikelola penuh oleh negara, tentu mudah menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi, kepentingan rakyat, dan kelestarian hutan. Negara juga harus mendidik dan membangun kesadaran masyarakat untuk mewujudkan kelestarian hutan dan manfaatnya untuk generasi demi generasi. Semua ini hanya bisa diwujudkan dengan penerapan syariah Islam secara menyeluruh. Yakni melalui penerapan syariah Islam dalam sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian.

 

[Fa]

Please follow and like us:

Tentang Penulis