Jangan Renggut Paru-Paru Dunia Kami!
Oleh: Nurul Aflah Tarigan,S.Pd
(Aktivis The Great Muslimah)
LensaMediaNews- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melalui laman resminya www.bmkg.go.id menempatkan kualitas udara kota Pekanbaru, Riau dengan kategori berbahaya. Kondisi ini disinyalir dari kabut asap karhutla yang menyelimuti wilayah Sumatera. Bahkan masyarakat tidak dapat melihat Jembatan Siak IV yang jaraknya kurang lebih hanya 500 meter dari warga (cnnindonesia.com).
Asap tidak hanya mengelilingi wilayah setempat, akan tetapi merembet hingga di berbagai wilayah Sumatera, seperti Palembang, Medan dan Aceh. Padahal jarak tempuh antar kota dilalui setengah hingga satu hari perjalanan jalur darat.
Menurut para ahli dan aktivis lingkungan, kebakaran terjadi karena alih fungsi lahan yang mengakibatkan kerusakan ekosistem lahan gambut, sehingga mengakibatkan lahan sangat mudah untuk terbakar. Dalam proses alih fungsi lahan gambut selalu disertai pengeringan lewat pembuatan kanal-kanal.
Para petani dan peladang tradisional selama ini memang menggunakan cara pembakaran lahan untuk membersihkan lahannya, namun tidak pernah terjadi bencana kebakaran dan kabut asap. Mereka memiliki kearifan lokal sendiri yang tidak merusak lingkungan. Berbeda dengan perusahaan besar yang membakar lahan untuk dijadikan perkebunan. Mereka melakukan dalam skala besar dan masif demi menghemat biaya.
Udara kotor yang disebabkan oleh asap karhutla memiliki dampak yang cukup merugikan, seperti rusaknya ekosistem hutan dengan kematian hewan dan tumbuhan, terganggunya aktivitas pembelajaran di sekolah, serta menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Lebih parahnya lagi, muncul berbagai penyakit berbahaya seperti mata merah, disentri, ISPA (infeksi saluran pernafasan akut) yang pada akhirnya menyebabkan kematian.
Disisi lain timbul pula pernyataan dari Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko untuk tidak mengeluh tetapi berusaha menjalaninya dengan ikhlas seraya berdoa kepada Allah SWT atas musibah yang menimpa Pekanbaru dalam bentuk kutipan twitter (suara.com/13/9/2019) hal ini menuai kontroversi. Betapa tidak? sebagai representasi negara, statement Moeldoko ini dinilai jauh dari sikap empati dan terlalu menyederhanakan masalah yang sedang dihadapi rakyat. Benar-benar tak menunjukkan sikap sebagai negarawan sejati sama sekali.
Dari sini kita dapat melihat bahwa ternyata negara sangat lemah dalam menanggapi permasalahan masyarakat. Hal ini diperparah oleh konsesi lahan yang diberikan pemerintah kepada pihak pengusaha yang notabene swasta. Sehingga wajar saja mereka membabat habis hutan agar dapat mengambil keuntungan ekonomis tanpa memikirkan konsekuensi di masa yang akan datang.
Sejatinya, hutan merupakan paru-paru dunia. Dan seperti kita ketahui bahwa Indonesia merupakan penghasil hutan terbesar di dunia. Dari sanalah masyarakat dapat memulai penghidupannya dengan udara yang segar. Maka ia merupakan kepemilikan umum yang seharusnya dikelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyat, tentu harus secara teratur. Jika dikelola penuh oleh negara, tentu mudah menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi, kepentingan rakyat, dan kelestarian hutan.
Negara juga harus mendidik dan membangun kesadaran masyarakat untuk mewujudkan kelestarian hutan dan manfaatnya untuk generasi demi generasi. Jika ternyata masih terjadi kebakaran hutan dan lahan, maka wajib segera ditangani pemerintah karena pemerintah wajib memperhatikan urusan rakyatnya dan memelihara kemaslahatan mereka.
Sinergi antara negara dan masyarakat tidaklah cukup untuk membuat alam menjadi lestari. Maka dibutuhkan aturan yang mengikat diantaranya. Sehingga dengan tunduknya terhadap aturan tersebut serta merta akan menciptakan keteraturan pada alam, manusia dan kehidupan. Dan seperti kita ketahui bahwa aturan yang tiada mengingkari hanyalah aturan yang berasal dari Tuhan yang menciptakan langit dan Bumi yang mustahil terjadi kecacatan didalamnya. Tidak seperti aturan yang dibuat oleh manusia senantiasa dapat berubah sesuai dengan keinginan dan hawa nafsu semata.
Benarlah apa yang Allah SWT firmankan,
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (TQS. Al-Araf : 96)
Wallahu alam biash-showab.
[LS/Ry]