Menjaga Papua agar Tetap Satu Bangsa

Oleh: Arin RM, S. Si

 

LensaMediaNews – Sebagai bagian dari bangsa ini, sedih dan prihatin atas kejadian di ujung timur Indonesia, Papua. Ramai kabar berita seputar kerusuhan di sana, meski layar kaca tak gencar meliputnya. Sebenarnya bukan murni kerusuhan dalam negeri semata. Ada dugaan keterlibatan design dari pihak luar yang terungkap.

Dikutip dari laman CNNIndonesia.com (06/09/2019), kerusuhan yang didesain tersebut dilakukan oleh oknum dari dalam negeri dan luar negeri.

Jika informasi tersebut benar, maka kewaspadaan intervensi asing untuk memisahkan Papua perlu semakin diwaspadai. Sebab sejarah mencatat upaya intervensi asing bukan sekali dua kali (Detiknews,31/08/2013), pernah menampilkan tulisan kolumnis Toni Ervianto terkait kepentingan asing tersebut. Menurut Ervianto, peranan kolonialis asing terhadap berkecamuknya isu Papua terus berlangsung baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Gerakan OPM terus bergerilya ke beberapa negara untuk mencari dukungan politik atas kemerdekaan Papua. Langkah diplomatik politiknya seperti menyebarkan aktifis/mahasiswa ke belahan negara (Eropa, Kep. Pasifik, Australia, Amerika, dan lain-lain) dengan kedok study padahal mereka menanamkan dan menyebarkan ideologi kemerdekaan untuk Papua. Tidak hanya itu, langkah politik berani belakangan ini adalah adanya 43 rakyat Papua mencari suaka politik ke PNG dan Australia (2006), Anggota senator kongres AS dukung penyelesaian damai Papua dan dukung otonomi khusus (2012), pembukaan kantor perwakilan Parlemen OPM di London Inggris (1/5/2013) dan lain-lain.

Provokasi asing tidak hanya berhenti disini, belakangan kelompok yang mengatasnamakan Freedom Flotilla West Papua (FFWP) sedang berlayar dari Australia menuju PNG dengan tujuan akhir Papua Barat yang diperkirakan tiba pada awal September 2013 dengan membawa misi perdamaian dan kegiatan sosial budaya. Tentunya kita patut bertanya, apakah misi perdamaian dan kegiatan sosial budaya menjadi prioritas kelompok FFWP yang notabenenya adalah kelompok aktifis berwarganegara Australia yang getol memberikan ruang kepada aktifis OPM dan memberikan dukungan dengan melakukan kampanye terbuka tentang self determination/kemerdekaan untuk Papua Barat di Australia?

Tulisan di atas bukan isapan jempol. Terlebih sebelumnya juga terdapat Kongres Rakyat Papua yang berlangsung tanggal 29 Mei-4 Juni 2000. Kongres menggugat penyatuan Papua dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dilakukan Pemerintah Belanda, Indonesia dan PBB pada masa Presiden Soekarno. Menurut Kongres, bangsa Papua telah berdaulat sebagai sebuah bangsa dan negara sejak 1 Desember 1961. Selanjutnya Kongres meminta dukungan internasional untuk kemerdekaan Papua (Buletin Kaffah No. 105, 06/09/2019).

Dari sini semakin jelas kemana arah konflik Papua akan dibawa. Sehingga perlu didudukkan bahwa Indonesia adalah negeri Islam. Papua adalah bagian dari negeri Indonesia.

Oleh karena itu seluruh komponen bangsa, terutama muslim, harus selalu waspada terhadap upaya memecah-belah negeri muslim terbesar ini. Sebab disintegrasi hanya akan semakin memperlemah kesatuan umat. Dan itulah yang diinginkan oleh penjajah.

Setiap jengkal tanah Papua harus terus dijaga sebagai satu kesatuan bangsa. Apapun bentuk konspirasi internasional tak boleh memperdaya. Tak boleh memecah dan mencabik kesatuan di dalam negeri muslim. Sebab persatuan adalah kewajiban dariNya: “Berpegang teguhlah kalian semuanya pada tali (agama) Allah dan janganlah bercerai-berai….” (TQS Ali Imran: 103).

Lebih dari itu, negeri-negeri muslim seharusnya semakin disatukan. Sehingga meskipun yang paling ujung, tetap saja tak boleh dilepaskan. Karenanya perlu upaya serius guna menjaga ujung perbatasan. Di samping bentuk kecintaan pada negeri, penjagaan perbatasan adalah pelaksanaan perintah Allah: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah, kuatkanlah kesabaran kalian, tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung” (TQS Ali Imran: 200).

Namun, disamping pengerahan kekuatan militer dalam rangka menjaga kekuasaan wilayah, perlu juga dilakukan pendekatan persuasif dan dialogis, bahkan pendekatan iman sebagaimana ukhuwah ajarkan. Papua, sebuah negeri yang dulu berjuluk Nuwar juga erat dengan Islam, di sana muslim juga banyak. Sehingga penanaman nilai Islam dalam pengaturan keseharian rakyat akan berpeluang besar membawa Papua menjadi wilayah makmur berkeadilan. Kondisi tersebut secara otomatis akan meminimalisir konflik, mencegah benih integrasi hingga tetap terikat dalam satu bangsa.

[Arin RM, dari berbagai sumber].

 

[LS/Ry] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis