Saatnya Mewujudkan Ketaatan Hakiki

Oleh : Sri Retno Ningrum

 

LensaMediaNews- Setiap tanggal 10 Dzulhijjah, kaum muslim di seluruh dunia merayakan hari raya Idul Adha (Idul Kurban). Perayaan tersebut memiliki makna penting di antaranya, kaum muslim termotivasi untuk memiliki sifat rela berkorban. Hal itu pernah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim as ketika diutus oleh Allah Swt untuk menyembelih anaknya (Nabi Ismail as). Sehingga diharapkan kita bisa meneladani atas apa yang dilakukan Nabi Ibrahim as dan putranya Nabi Ismail as.

Selain itu, umat Islam adalah umat yang istimewa. Pasalnya, kaum muslim dalam setahun merayakan dua hari raya, yakni hari Idul Fitri dan Idul Adha. Tentu diharapkan dalam perayaan tersebut, umat Islam semakin taat kepada Allah Swt. Namun, perlu dipertanyakan, apakah kaum muslim sekarang ini sudah taat pada Allah Swt secara hakiki?

Sungguh ketaatan hakiki akan terwujud bila kita sebagai seorang muslim bersedia tunduk pada Allah Swt secara kaffah dalam semua aspek kehidupan. Namun kenyataan yang ada, kita sebagai seorang muslim masih berhukum pada hukum jahiliyah hingga detik ini. Semua itu disebabkan karena kaum muslim tidak lagi memiliki institusi Daulah Islam (Khilafah). Institusi tersebut hancur sejak 3 Maret 1924, karena sudah dihancurkan oleh Mustafa Kamal (antek Inggris).

Perayaan Idul Adha merupakan momentum bagi kaum muslim. Yakni meningkatkan kualitas iman kita pada Allah Swt. Selain itu, Idul Adha identik dengan ritual ibadah haji. Setelah selesai melaksanakan ibadah haji, jamaah bisa berziarah ke tempat-tempat bersejarah, yang menjadi bukti perjuangan dakwah Rasulullah Saw.

Ketika berziarah ke Madinah, di sana terdapat Masjid Nabawi yang menjadi pusat pemerintahan Islam. Di sana pula Nabi Saw dan dua sahabat beliau dimakamkan. Di masjid itu, selain ada raudhah (surga Allah di bumi), juga ada tiang-tiang (usthuwah) antara lain Usthuwanah Al-Hirs (tempat dimana dahulu Ali bin Abi Thalib senantiasa menjaga Nabi), Usthuwanah Al-Wufud (tempat dimana para Nabi menerima tamu, terutama delegasi dari berbagai kabilah dan negara), dan Usthuwanah Al-Thaubah (tempat dimana Abu Lubabah bertaubat, karena merasa bersalah telah membantu Yahudi Bani Quraizah yang telah berkhianat pada Rasulullah Saw).

Di luar Masjid Nabawi yang lurus dengan Babassalam, ada Suqu An-Nabi (pasar nabi), dan Saqifah Bani Sa’adah (tempat dimana Abu Bakar dibaiat menjadi kepala negara Islam kedua menggantikan Nabi Saw). Tak ketinggalan pula, ketika berkunjung ke Makkah dan Madinah, selain dijadikan tempat pelaksanaan ibadah haji dan ziarah bagi jamah haji, lembah Aqabah menjadi tempat dimana Nabi Saw dibaiat menjadi kepala negara Islam pertama. Kemudian ada Hudaibiyah, dimana tempat perjanjian Hudaibiyah dilakukan yang menjadi pintu masuk Fathul Makkah (pembebasan kota Makkah).

Ketika menyusuri kawasan Al Jurriyah sesudah Al Haram, jamaah haji akan menemukan Masjid Ar-Rayah (masjid bendera). Disitulah pada tahun 8 H, Nabi bersama 10.000 tentara berhenti di tempat itu dan menancapkan Rayatu al-Uqbah, yaitu bendera berwarna hitam dengan tulisan La Ilaha Ilallah Muhammadur Rasulullah. Peristiwa itu menandai jatuhnya kota Makkah ke tangan kaum muslim.

Di sisi lain, ibadah haji mengandung hikmah yakni persatuan umat. Para jamaah berkumpul menjadi satu dengan perbedaan suku, bangsa, ras, dan warna kulit. Sehingga diharapkan kaum Muslim tidak hanya bersatu ketika melaksanakan ibadah haji saja tetapi bersatu dengan institusi sebuah negara yakni Khilafah.

Untuk itu, marilah kita berupaya untuk mewujudkan persatuan umat dengan Khilafah. Karena hanya dengan Khilafah, kaum muslim dapat mewujudkan ketaatan yang hakiki. Bukan dengan sistem demokrasi yang cenderung membebaskan manusia bertindak apa saja, tanpa menjadikan hukum syara’ sebagai standar hidup. Sehingga sistem demokrasi mustahil mewujudkan ketaatan hakiki.

Wallahua’lam bishshowab.

 

[LS/Ah]

Please follow and like us:

Tentang Penulis