Liberalisasi Sektor Listrik, Rakyat Makin Tercekik

Oleh: Iiv Febriana

(Komunitas Muslimah Rindu Syariah, Sidoarjo)

 

LensaMediaNews- Tidak dipungkiri, listrik merupakan salah satu kebutuhan dasar. Sebagai sumber tenaga utama. Bisa dikatakan , hari ini tidak ada satu pun orang yang tidak membutuhkan listrik. Pemadaman listrik yang terjadi kemarin meliputi Jabodetabek, Jawa Barat, dan sebagian Jawa Tengah berimbas ke pelayanan publik menyebabkan kekacauan yang luar biasa dan pastinya kerugian yang ditimbulkan tidak sedikit. Hingga saat ini PLN Jaksel masih menerima tuntutan dari sejumlah pihak yang merasa dirugikan. Diperkirakan dana ganti rugi yang harus disiapkan PLN mencapai ratusan triliun rupiah.

 

Trauma Pasca Black Out Listrik

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan meminta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk memberikan ruang lebih besar bagi swasta untuk menggarap pembangkit listrik. “Kalian (PLN) jangan terlalu banyak terlibat pembangunan pembangkit listrik power, biarkan saja private sector masuk,” kata dia usai rapat bersama Plt Direktur Utama PLN, Sripeni Inten Cahyani di kantornya, Jakarta (inews.com, 14/8/2019).

Gayung bersambut, tak menunggu waktu lama tanggal 15 Agustus 2019 Pemerintah dan Tiongkok menandatangani MoU untuk pembangunan PLTA Kayan Kalimantan Utara, yang direncanakan mampu menghasilkan listrik 9.000 MW . Jika terwujud PLTA ini akan menjadi yang terbesar di Indonesia. Secara operasional proyek ini akan digarap oleh PT Kayan Hydro Energy dengan China Power Investment Corporation, sebuah perusahaan tenaga listrik yang bermarkas di Hongkong, China (CNNIndonesia, 16/08/2019).

 

Memperkuat Sinyal Liberalisasi

Kasus black out kemarin bukanlah yang pertama. Sebelumnya, kita terbiasa mengalami pemadaman listrik meski dilakukan secara bergilir. Bahkan di beberapa wilayah, kondisi ini sering terjadi. Padahal, selama ini mereka dipaksa membayar listrik dengan harga tinggi dan tak bisa protes saat TDL terus melonjak naik.

Ketika peristiwa ini terus berulang, bahkan dengan intensitas parah seperti black out kemarin, wajar jika banyak yang curiga, bahwa pemerintah atau beberapa oknum pejabatnya sedang berusaha mencari-cari cara, agar nafsu meliberalisasi energi listrik bisa ada alasannya. Dan akhirnya memang terbukti demikian adanya, China akhirnya diberi kekuasaan oleh Pemerintah dengan mengatas namakan investasi dan efektifitas.

Agenda liberalisasi global adalah cara paling ampuh bagi negara-negara penjajah untuk menguasai sumber daya negeri-negeri jajahannya melalui jalan legal. Yakni dilegitimasi undang-undang lalu diperjuangkan oleh agen-agen mereka. PT. Krakatau Steel, Indosat, perusahaan gas negara, PT. Pembangunan Perumahan, PT. Antam, PT. Kimia Farma, dan lain-lain hanyalah sedikit contoh dari BUMN yang masuk dalam jeratan liberalisasi.

Semuanya jelas berdampak buruk bagi rakyat , karena layanan sektor publik justru menjadi ajang bisnis yang berorientasi keuntungan. Sementara untuk pengelolaan sumber-sumber daya yang sejatinya milik rakyat, manfaatnya sama sekali tak dirasakan oleh rakyat.

 

Islam Mengharamkan Liberalisasi Sektor Kelistrikan

Islam menganggap bahwa kebutuhan dasar merupakan tanggungjawab negara untuk memenuhinya. Industri kelistrikan termasuk dalam kategori industri milik umum karena bersumber daya energi yang notabene jumlahnya melimpah. Rasulullah bersabda,
“Umat Islam berserikat dalam tiga perkara; padang rumput, air dan api.” (HR Abu Dawud)

Liberalisasi kelistrikan menjadikan industri yang seharusnya milik umum menjadi milik individu. Hal ini merupakan pelanggaran hukum syara’. Ditutupnya peluang individu untuk menguasai sumber daya energi meniscayakan masyarakat mendapatkan akses penuh untuk menikmati sumber daya yang menjadi haknya.

Negara akan mengelola sumber daya energi dengan tetap memerhatikan faktor lingkungan, dan hasilnya dikembalikan pada umat. Berupa tari, dimana tarif ini boleh tarif nol (gratis), tarif margin negatif (subsidi), tarif margin nol (impas) maupun tarif margin positif (untung). Yang penting masyarakat bisa menjangkaunya.

Penerapan syariat Islam dalam pengelolaan sektor energi akan memastikan masyarakat tidak dibebani dengan jurus-jurus mabok yang muncul dari proyek liberalisasi energi. Masyarakat akan menikmati suplai listrik yang murah, bersih, selamat, reliabel dan berkelanjutan dengan pengelolaan energi sesuai syariah.

Wallahu’alam bi ashshowab.

 

[LS/Ry]

Please follow and like us:

Tentang Penulis