Sesat Pikir Bendera, Korupsi Merajalela

Bendera berlafazkan tauhid kembali menjadi polemik pekan ini. Diawali oleh unggahan foto yang diduga siswa-siswi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Sukabumi di salah satu akun media sosial. Kemudian ditanggapi oleh Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Ace Hasan Syadzily. Komisi VIII DPR membidangi bidang keagamaan dan bermitra dengan menteri agama. Ace langsung menanggapi Menteri Agama Lukman di cuitannya. Ace meminta untuk segera mengklarifikasi foto tersebut, hingga pada akhirnya Menteri Agama menerjunkan tim khusus untuk menginvestigasi kebenaran foto tersebut (Detiknews, 21/07/2019).

Melihat reaksi spontan Menteri Agama dalam kasus ini membuat banyak pertanyaan muncul dari berbagai kalangan masyarakat. Sehingga mempertanyakan eksistensi keberadaan bendera bertuliskan lafaz “Laillahaa illallah Muhammadurrasulullah“.

Bendera tauhid tersebut digadang-gadang sebagai bendera salah satu ormas yang memungkinkan menyebarkan paham radikalisme di tengah-tengah masyarakat. Namun, apakah benar bendera tersebut merupakan bendera salah satu ormas di Indonesia?

Bendera tauhid sejatinya adalah bendera yang diwariskan oleh Rasulullah SAW kepada umat muslim di seluruh dunia. Rasulullah SAW mewariskan panji putih bertuliskan kalimat tauhid yang disebut Al-Liwa dan panji hitam bertuliskan kalimat tauhid yang disebut Ar-Rayah. Hal ini sesuai hadist beliau SAW:
Panjinya (Rayah) Rasulullah Saw berwarna hitam, dan benderanya (Liwa’) berwarna putih, tertulis di dalamnya “Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah” (HR. Al-Thabrani).

Rayah Rasulullah SAW berwarna hitam dan Liwa beliau berwarna putih” (HR. Imam Tirmidzi dan Imam Ibn Majah dari Ibn Abbas).

Melihat tanggapan reaktif Wakil Komisi VIII DPR RI dan Menteri Agama tersebut, sangat berlawanan dengan tanggapan terhadap kasus korupsi di Indonesia yang terkesan alot. Tanggapan reaktif seperti ini akan tepat sasaran jika digunakan untuk mengusut kasus-kasus yang merugikan negara. Ini kesesatan berpikir rezim sekuler yang menganggap hal positif dinilai sebagai sesuatu yang negatif. Sebaliknya sesuatu yang negatif dianggap sebagai hal yang biasa padahal sebenarnya berbahaya bagi negara. Jadi, lebih berbahaya manakah antar pengibar bendera tauhid dan koruptor-koruptor yang merugikan negera ini?

Pandangan keliru yang dilontarkan penguasa negeri ini terhadap kasus-kasus di Indonesia hendaknya menjadi perhatian bagi kita. Betapa tak layaknya mereka memimpin negeri ini dengan sistem kapitalisme-sekuler yang menyesatkan pemikiran. Rasulullah SAW telah memperingatkan tentang hal ini pada hadist beliau,

Akan ada setelahku nanti para pemimpin yang berdusta. Barangsiapa masuk pada mereka lalu membenarkan (menyetujui) kebohongan mereka dan mendukung kezaliman mereka maka dia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya, dan dia tidak bisa mendatangi telagaku (di hari kiamat). Dan barangsiapa yang tidak masuk pada mereka (penguasa dusta) itu, dan tidak membenarkan kebohongan mereka, dan (juga) tidak mendukung kezaliman mereka, maka dia adalah bagian dari golonganku, dan aku dari golongannya, dan ia akan mendatangi telagaku (di hari kiamat)” (HR. Ahmad dan An-Nasa’i).

Selayaknya pemimpin adalah junnah atau perisai masyarakat dari ancaman-ancaman yang merugikan. Serta menerapkan hukum-hukum Allah SWT di dalam pemerintahannya. Allah SWT sudah membuat peringatan kepada pemimpin yang tidak menerapkan aturan Allah yang bersumber dari Al Quran dan hadits. Betapa pedihnya siksaan yang diberikan oleh Allah kepada pemimpin zalim.

“Tiga orang yang Allah enggan berbicara dengan mereka pada hari kiamat kelak. (Dia) tidak sudi memandang muka mereka, (Dia) tidak akan membersihkan mereka daripada dosa (dan noda). Dan bagi mereka disiapkan siksa yang sangat pedih. (Mereka ialah ) orang tua yang berzina, penguasa yang suka berdusta, dan fakir miskin yang takabur” (HR. Muslim).

Wallahu a’lam bishshawab

Indah Yuliatik

[LS/Ah]

Please follow and like us:

Tentang Penulis