Menjadi Indonesia Maju secara Hakiki

 

Oleh Erwina MA

(Komunitas Penulis Jombang)

 

LenSaMediaNews– “Akan membawa seluruh rakyat Indonesia menuju Indonesia maju yang bermartabat, sejajar dengan negara-negara lain di dunia.” Demikian sambutan yang disampaikan pasca penetapan KPU (Komisi Pemilihan Umum) sebagai presiden terpilih. Hal ini sejalan dengan slogan yang diusungnya selama kampanye pilpres. Kubu Joko Widodo-Ma’ruf Amin memiliki slogan untuk digaungkan selama kampanye Pilpres 2019, yakni Indonesia Maju. (https://m.detik.com/22-9-2018)

Indonesia maju tentu menjadi harapan seluruh rakyat. Lelah sudah dengan berbagai masalah. Tak kunjung usai bahkan nyaris tanpa solusi. Beban rakyat kian bertumpuk. Terpuruk. Harga-harga naik kian mencekik. Pendapatan cekak dengan lapangan kerja yang makin sulit. Di sisi lain, tenaga kerja asing leluasa mencari kerja.

Korupsi kian merajalela. Para kepala daerah pun menjadi tersangka. Padahal demokrasi jadi rujukan dengan pemilihan langsung. Alih-alih menyejahterakan rakyat, justru memperkaya diri sendiri.

Di bidang kesehatan, rakyat wajib menjadi peserta BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Bayar premi tiap bulan. Realitanya pelayanan yang didapatkan tak memadai. Defisit dialami BPJS, tunggakan RS (Rumah Sakit) kian meninggi. Belum lagi utang negara tak berkurang malah kian tak terbilang. APBN meradang. Pemasukan tetap pajak sebagai sumber utama, maka semuanya kena pajak. Lagi-lagi rakyat yang kena dampak.

Pornografi dan pornoaksi terpampang di mana-mana. Menyulut birahi manusia. Kekerasan seksual merajalela. Bahkan pergaulan bebas kian mengganas. Kaum pelangi pun tak malu dan tabu mewarnai suasana. Bahkan makin eksis meniadakan diskriminasi.

Demikianlah segudang masalah di seluruh bidang. Krisis multidimensi dialami. Maka harapan kehidupan lebih baik senantiasa dinanti. Indonesia maju diharapkan tak sekedar jargon semu. Butuh diwujudkan dan terealisasi secara nyata.

Tak dipungkiri jika krisis multidimensi ini belum teratasi. Harapan untuk mendapatkan solusi menjadi dambaan. Namun kesalahan menemukan akar persoalan menjadikan solusi tak sesuai dengan masalah yang terjadi. Demikian pula jika sudut pandang terhadap solusi tidak tepat. Akibatnya alih-alih teratasi malah masalah kian menjadi-jadi.

Sejatinya persoalan yang muncul karena manusia hidup beraktivitas memenuhi kebutuhan hidupnya. Baik memenuhi kebutuhan jasmaninya maupun naluri-nalurinya. Di sanalah butuh pengaturan agar tidak terjadi perselisihan. Sayangnya pandangan bahwa agama tidak boleh turut campur dalam persoalan kehidupan telah mendominasi benak manusia.

Agama dikesampingkan dan hanya dipakai saat ibadah saja. Inilah sekularisme yang mencengkeram benak manusia. Walhasil aturan dibuat oleh manusia. Di dalam ideologi kapitalisme yang menguasai dunia saat ini, sekulerisme menjadi asasnya. Sungguh bertolak belakang dengan aturan dari sang pencipta.

Inilah akar persoalan berbagai krisis multidimensi. Berpalingnya dari aturan Allah, Sang Pencipta sekaligus pembuat aturan. Karenanya selama masih menggunakan asas sekulerime, kemajuan suatu negara hanyalah kemajuan semu.

Negara maju adalah sebutan untuk negara yang menikmati standar hidup yang relatif tinggi melalui teknologi tinggi dan ekonomi yang merata. Kebanyakan negara dengan PDB (Produk Domestik Bruto) per kapita tinggi dianggap negara maju. (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Negara_maju).

Slogan Indonesia maju tentu disertai harapan menjadi negara maju. Namun jika merujuk pada definisi di atas, PDB Indonesia masih tergolong rendah. Dana Moneter Internasional menyebutkan PDB Indonesia hanya menempati posisi ke 16 di antara negara G20, dengan PDB nominal sebesar US$1,07 triliun.

Padahal menurut Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto menuturkan angka PDB merepresentasikan kekuatan ekonomi suatu negara. Sedangkan, angka pertumbuhan ekonomi menggambarkan potensi ekonominya. (https://m.cnnindonesia.com/28-6-2019)

Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh dari predikat negara maju. Namun harapan untuk terealisasi tetap ada. Bahkan seharusnya diwujudkan. Maka langkah-langkah yang ditempuh harus mengarah pada tujuan sekaligus menghilangkan berbagai masalah yang muncul.

Indonesia akan maju manakala menyadari kondisi saat ini penuh masalah. Pun mengetahui akar masalahnya yaitu diterapkannya aturan buatan manusia dan mengabaikan syariat Islam. Itulah paham sekularisme. Maka mencabutnya sebagai akar masalah menjadi keniscayaan seraya mencari solusi yang benar. Bukan dengan solusi tambal sulam.

Sayangnya Indonesia justru latah mengadopsinya. Posisinya yang hanya sebagai negara pengekor mengikuti negara maju seolah tak memiliki jati diri. Jelas langkah ini bak jauh panggang dari api. Maka Indonesia dengan mayoritas penduduknya beragama muslim sudah sepantasnya kembali pada jati dirinya sendiri.

Mencari solusi kepada bagaimana ajaran agamanya memandang. Kembali pada seperangkat aturan yang dibawa Islam. Baik dalam hal ibadah ataupun lainnya. Meninggalkan sistem demokrasi dan mengganti dengan sistem khilafah yang menerapkan Islam kaffah niscaya menjadi berkah.

Waallahua’lam bishowab.

(LN/Fa)

Please follow and like us:

Tentang Penulis