Khilafah, untuk Indonesia Lebih Sejahtera
Oleh : Vega Rahmatika Fahra
(Aktivis Dakwah)
LensaMediaNews- Belajar dari pengalaman catatan hitam tujuh presiden Indonesia, seharusnya setiap orang menyadari bahwa pergantian rezim bukanlah obat mujarab nan ampuh untuk mengobati dan membebaskan negeri ini dari banyaknya penyakit dan keterpurukan dari segala bidang, terkhusus di bidang perekonomian. Tidak ada satu presidenpun yang berhasil dan sanggup melepaskan Indonesia dari carut marut berbagai persoalan yang membelit bangsa.
Bagaikan lingkaran setan yang tiada ujungnya, demokrasi terus saja menyengsarakan rakyat dan menjadikan rakyat sebagai tumbal, sebagai salah satu contohnya adalah gugurnya ratusan korban selama proses pemilu 2019 berlangsung. Berdasarkan data KPU jumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal sebanyak 440 orang. Sementara petugas yang sakit 3.788 orang. (CNN Indonesia, 07/05/2019) dan korban aksi unjuk rasa 22 Mei mencapai 737 orang. Delapan di antaranya meninggal dunia. (AyoBandung.com, 24/05/2019)
Dari bidang perekonomian, di mana harga bahan pokok dan harga transportasi yang terus naik, dan banyaknya impor yang dilakukan oleh pemerintah membuat masyarakat banyak yang hidup dalam kemiskinan. Lapangan pekerjaan yang sulit, dan pengangguran yang terus bertambah karena banyaknya pekerja asing yang bekerja di Indonesia. Dan berbagai bidang lainnya seperti pendidikan, kesehatan yang semakin mempersulit rakyat dalam memperoleh kesejahteraan.
Sangat jelas, segala kerusakan ini bukanlah persoalan rezim, tetapi persoalan kerusakan ideologi yang dianut oleh bangsa ini. Kapitalisme telah membuat negara dan moral bangsa jatuh ke bawah tumpukan materi. Dan racun sekulerisme telah merasuk kedalam kehidupan pribadi umat hingga banyak tokoh agamawan seperti kyai atau ulama yang ikut terasuki.
Perubahan Masif
Kerusakan-kerusakan yang bersumber dari ideologi tak bisa ditangani dengan perbaikan parsial atau gradual. Perubahan yang harus dilakukan adalah dengan membongkar akidah batil sampai ke akar-akarnya dan mengembalikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan dan berpikir umat. dan satu-satunya akidah yang mampu untuk mensejahterakan umat dari segala bidang kehidupan adalah akidah Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah yang telah terbukti selama kurang lebih 13 abad mampu mensejahterakan umat, bukan hanya muslim tapi juga non muslim.
Proses perubahan menuju Khilafah Islamiyah dan tegaknya syariah Islam bukanlah gerakan segelintir elit tanpa menyertakan umat. Justru umatlah yang harus menjadi basis kekuatan transformasi ini. Umat harus bergerak karena kesadaran yang terbentuk dari opini umum dan perasaan umum yang dibangun oleh partai Islam, bukan semata karena meluapkan rasa kekecewaan terhadap penguasa.
Umat tidak ditempatkan sebagai komoditi, melainkan objek dakwah untuk penanaman ideologi kedalam diri. Dan apa yang umat lakukan dan tuntut adalah tegaknya ideologi Islam, bukan sekedar tuntutan isi perut, dan bukan karena dorongan materi dan kepentingan hidup.
Selain proses kristalisasi kedalam tubuh umat, transformasi menuju masyarakat Islam harus didukung oleh para kalangan berpengaruh di masyarakat, ahlul quwwah, atau orang-orang yang mempunyai kekuatan politik, militer dan ekonomi dalam proses tranformasi. Sebagai contoh, Jatuhnya Mursi dari tampuk kepresidenan di antaranya karena tidak mendapat dukungan dari kalangan militer. Begitulah nasib yang dialami FIS di Aljazair yang ditumbangkan oleh militer setelah memenangkan pemilu.
Terakhir, kemenangan dakwah Islam tentunya membutuhkan kedekatan hubungan para dai dengan Allah SWT. Karena milik Allah SWT segala pertolongan berada. Maka siapa saja yang mengharapkan kemenangan sejati sudah sepatutnya menundukkan diri ke hadapan-Nya.
[LS/Ln]