Hamil di Luar Nikah, Siapa yang Salah?
Pernikahan adalah salah satu sunah Rasul, namun siapa sangka di balik pernikahan meriah yang diadakan pada salah satu desa di Konsel ini justru di luar dugaan. Rata-rata remaja yang baru saja menyelesaikan studi tingkat SMP maupun SMA justru sudah atau hamil sebelum adanya ijab dan qobul. Bukankah pernikahan seorang wanita dalam keadaan hamil tidak diperbolehkan dalam Islam? Apakah hukum adat dan budaya lebih kuat daripada hukum agama?
Tak dapat dipungkiri pengaruh media sosial dan pergaulan bebas yang dilakoni setiap remaja putri dan putra di desa tersebut sungguh di luar akal sehat. Ditambah lagi dengan minimnya pengetahuan dan keterbelakangan pendidikan di desa ini justru menambah beban masyarakat. Belum lagi orang tua rata-rata mendukung anak-anak mereka yang melakukan aktivitas “pacaran”.
Disisi lain, kota rantau juga menjadi salah satu faktor mengapa anak-anak tidak mau melanjutkan studi dengan alasan bahwa mereka bisa memperoleh pekerjaan dengan merantau dan kembali ke kampung dengan menikahi wanita. Bukankah pernikahan harus dilakukan dengan persiapan yang bukan hanya persiapan mental, fisik tetapi juga ilmu pengetahuan?
Lantas, mengapa anak remaja saat ini hanya beranggapan bahwa pernikahan bisa dilakukan dengan hanya berbekalkan kemampuan fisik? Apa bekal mereka untuk mendidik anak atau keturunan baru dari pernikahan mereka? Sebab setelah pernikahan maka ada tugas dan tanggung jawab yang harus diemban oleh keduanya yang secara otomatis membutuhkan skill dan juga mental yang cukup.
Ini menjadi perhatian khusus pemerintah setempat, agar mereka mendorong setiap individu untuk belajar dan orang tua juga perlu evaluasi terkait dengan aturan yang diterapkan agar anak-anak mereka terjaga.
Irna Sari Dewi, Papua
[Lm/Hw/Fa]