People Power, Bukan Uslub Menuju Perubahan Hakiki

 

Oleh: Sri Retno Ningrum

 

LenSaMediaNews– Pemilu (Pemilihan Umum) 2019 sudah sebulan lebih selesai digelar. Namun, perdebatan seputar kecurangan pemilu dan bukti-bukti kecurangan setiap hari terus menghiasi media cetak, media sosial dan media elektronik. Berbeda dengan pemilu-pemilu yang sebelumnya terlihat sepi-sepi saja.

Adapun kecurangan yang dilakukan pasangan calon no.1 secara sistematis dan terstruktur di buka oleh BPN Pabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Hingga muncul gagasan oleh Dewan Pembina BPN, Amin Rais yakni people power. Hal ini disampaikan Amin di kompleks Masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, minggu 31/03 /2019 (detik.news, 31/3/2019).

“Kalau nanti terjadi kecurangan, kita tak akan ke MK (Mahkamah Konstitusi). Nggak ada gunanya, tapi kita langsung people power, dan people power sah. Bukan revolusi, kalau revolusi ada pertumpahan darah. Ini tanpa sedikitpun darah tercecer, people power akan digunakan”. Kemudian untuk menghindari kesalahpahaman people power diganti dengan Gerakan Kedaulatan Rakyat oleh Amin Rais saat apel siaga 313 di depan kantor KPU Jakarta.

People power dilakukan sebagai alternatif untuk mengakhiri kecurangan-kecurangan pemilu. Istilah people power pertama kali dipakai pada revolusi di Filipina sebagai akibat dari protes rakyat pada tahun 1986 dengan mengakhiri rezim otoriter Presiden Ferdinand Marcos dan pengangkatan Corazon Aquino sebagai Presiden. People Power terjadi pula di Indonesia dan melengserkan presiden Suharto tahun 1998 dan presiden Husni Mubarok tahun 2012. Adapun Istilah people power dalam politik adalah penggulingan kekuasaan presiden secara paksa melalui aksi demonstrasi rakyat. Seluruh rakyat turun ke jalan agar presiden meletakkan jabatannya karena dinilai melanggar konstitusi / melakukan penyimpangan.

Di lansir dari detik.news (19/05/2019) relawan Joko Widodo menilai gerakan people power yang di gaungkan untuk menggulingkan pemerintahan merupakan gerakan Inkonstitusional. Menurut para relawan, gerakan itu hanya untuk kepentingan kelompok tertentu.

“Gerakan people power, apapun tujuannya, akan menimbulkan kegaduhan dan rasa takut di tengah masyarakat. Untuk itu, secara qaidah kita harus mendahulukan/ mengutamakan menghindari hal yang dapat menimbulkan kerusakan dan kemudaratan,” ujar Sekjen Solidaritas Ulama Muda Jokowi (sanani), Aminuddin Maruf, pada sabtu (18/5/2019).

Dalam pandangan islam, aksi demonstrasi yang dilakukan rakyat boleh-boleh saja dalam rangka menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar kepada penguasa. Namun, people power bukanlah metode yang tepat, karena berdasarkan emosi dan kekecewaan saja. Rasullah SAW sebagai suri tauladan kita pernah mencontohkan perjuangan dakwah. Ada beberapa hal yang Beliau lakukan adalah:

Pertama, Rasullah menggunakan thariqah ummah (metode umat).
Melakukan pengkaderan kepada umat. Umat yang masih jahiliyah untuk diarahkan menyembah Allah SWT dan tunduk kepada seluruh aturan Allah secara sempurna. Hingga umat sadar dan mau berjuang di jalan Allah SWT.

Kedua, melakukan thalabun nushrah (meminta pertolongan) kepada Ahlul Quwwah.
Yaitu orang-orang yang memiliki kekuatan dan pengaruh di tengah masyarakat seperti militer dan penguasa. Ibnu Saad dalam kitabnya Al-Thabaqat ada 15 kabilah yang di datangi Radullah SAW dalam rangka thalabun nushrah. Di antaranya, ada Kabilah Kindah, Hanifah, Bani’ Amr bin Sha’ sha’ ah, Kalb Bakar Bin Mail, Hamdan dan sebagainya. Hingga akhirnya dakwah islam politik (islam solusi seluruh problematika kehidupan) berhasil dan terbentuklah raa’yul aam (opini umum) yang lahir dari wa’yul amm (kesadaran umum).

Sungguh, perubahan secara revolusioner tidak mungkin bisa dibendung lagi. Umat menginginkan perubahan yang hakiki. Apabila dukungan Ahlul Quwwah sudah diperoleh, maka perubahan sistem demokrasi sekuler menjadi sistem Islam akan mudah untuk dilakukan. Dengan penerapan sistem Islam maka umat manusia, baik muslim maupun non muslim, akan di riayah dengan baik. Dan hal ini riayah umat dengan Islam sudah pernah terjadi dan telah terbukti selama lebih dari 13 abad. Masihkah kita meragukannya?

Jelas, people power bukanlah metode yang sahih untuk mendapatkan perubahan yang hakiki. Apalagi masih berpijak pada sistem yang sama yakni sistem demokrasi ala barat. Pantaskah kita menyamakan sistem demokrasi buatan manusia dengan hukum Allah yang menciptakan alam semesta ini?. Sebagaimana firman Allah di surah Al- Maidah ayat 50 artinya:

“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? (Hukum), siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)”?

Wallahu’alam Bisshowab.

[Fa]

Please follow and like us:

Tentang Penulis