Merindukan Kestabilan Harga
Oleh: Erni Yuwana
(Aktivis Muslimah)
LensaMediaNews- Ramadan datang menghampiri, kesibukan untuk beribadah pun senantiasa dibarengi dengan kanaikan harga pokok. Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatakan kenaikan harga bahan pokok yang terjadi di awal bulan Ramadan ini dipicu oleh kenaikan permintaan dari konsumen(CNN-Indonesia, 10/05/2019).
Di sisi lain, kenaikan harga bahan pokok juga disebabkan oleh kelangkaan pasokan bahan pokok di pasar sehingga tidak mampu memenuhi permintaan konsumen. Seperti kelangkaan yang terjadi pada bawang putih.
Secara umum ada empat faktor yang memengaruhi kenaikan harga bahan pokok. Pertama, kebutuhan bahan pokok yang berkenaan dengan komoditas yang pasokannya bergantung pada impor. Sehingga harus mengikuti situasi harga di luar negeri yang cenderung naik. Kedua, faktor iklim yang mana bisa memengaruhi harga suatu komoditas sesuai dengan musim hujan dan kemarau sehingga menentukan gagal dan berhasilnya panen. Ketiga adalah faktor distribusi. Keempat adalah faktor spekulasi, yaitu adanya permainan harga dari pihak luar seperti penimbunan dan lainnya.
Dalam Islam, kebutuhan pokok setiap individu dijamin kebutuhannya. Sementara untuk kebutuhan sekunder dan tersier, pemerintah menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan siapapun memenuhinya sesuai dengan kesanggupan. Artinya kebutuhan akan pangan setiap individu masyarakat dijamin mendapatkannya. Ketika mereka secara individual tidak dapat memenuhinya, keluarganya pun tidak dapat menolong, maka pada saat demikian pemerintah harus langsung turun tangan. Tidak boleh ada seorang penduduk pun yang kelaparan.
Untuk menyelesaikan permasalahan pangan negeri ini, maka negara harus mampu bersifat independen dalam masalah pangan. Tidak boleh bergantung pada impor. Negara harus mampu mandiri dalam meningkatkan produktivitas pertanian, baik lewat jalan intensifikasi pertanian maupun ekstensifikasi pertanian.
Intensifikasi pertanian dapat dicapai dengan menggunakan obat-obatan, penyebarluasan teknik-teknik modern di kalangan para petani, dan membantu pengadaan benih serta budi dayanya. Termasuk melakukan bioteknologi untuk bidang pertanian. Salah satunya adalah bioteknologi transgenik, yakni dengan menghasilkan varietas yang lebih unggul.
Sedangkan cara ekstensifikasi pertanian dicapai dengan mendorong agar menghidupkan tanah yang mati. Dengan memberikan tanah secara cuma-cuma oleh negara bagi mereka yang mampu bertani yang tidak memiliki tanah. Negara harus mengambil secara paksa dari orang-orang yang menelantarkan tanahnya selama tiga tahun berturut-turut. Terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ
“Siapa yang memiliki sebidang tanah, meka hendaklah dia menanaminya, atau hendaklah ia berikan kepada saudaranya. Apabila ia mengabaikannya, maka hendaklah tanahnya diambil“.
Selain itu, negara harus mampu mandiri dalam menciptakan industri alat-alat (industri penghasil mesin), termasuk peralatan mesin mekanisasi pertanian. Negara harus menindak tegas pelaku penimbunan barang dan para mafia yang memainkan harga, sehingga kasus ini tidak terjadi. Tidak kalah penting pula, Indonesia harus menyediakan sarana prasarana baik infrastruktur maupun transportasi yang memudahkan pendistribusian sehingga harga tidak membengkak. Begitulah langkah strategis dalam mengatasi harga pangan negeri ini yang terus-menerus merangkak naik. Hanya dengan sistem Islam, kebutuhan pokok individu dapat dijamin kebutuhannya.
Wallahu’alam bishshawab.
[LS/Ah]