LGBT Kian Masif Menggilas Generasi

Oleh: Agung Andayani

 

LensaMediaNews- Ramadan adalah bulan yang dinanti umat muslim setiap tahun sekali. Kedatangannya senantiasa disambut dengan sukacita. Di bulan ini segala amal ibadah dilipatgandakan pahalanya. Bulan Ramadan, bulan suci penuh berkah. Akan tetapi kesucian Ramadan ternodai oleh segelintir orang. Jelang Ramadan, atas nama seni dan kebebasan sekuler mereka meluncurkan film LGBT.

Film ini menimbulkan protes di kalangan masyarakat. Berbagai kritik, petisi, serta somasi dilayangkan. Berharap film LBGT laknat tidak beredar di Cineplex seluruh Indonesia dan izin tayangnya dicabut.

Alhamdulillah direspon oleh Wali Kota Depok dan Bupati Garut. Mereka melarang film ini tayang di bioskop dan tempat-tempat nonton bareng. Semoga daerah yang lain segera menyusul. Meski sangat disayangkan, kepala negara ini malah tidak merespon. Bahkan cenderung membiarkannya.

Kondisi ini wajar, karena salah satu jajaran kabinetnya ada yang mengimbau agar umat mau merangkul kaum LGBT. Untuk itu, kita perlu melihat penyebab kepala negara kurang responsif. Padahal secara kekuatan beliau mampu menghentikan tayangnya film ini. Bahkan saat berada di lembaga sensor film milik negara.

Ternyata semua tidak bisa dipisahkan dari dasar penerapan sistem politik di negeri ini. LGBT berkembang pesat bak jamur di musim hujan, di tengah-tengah mayoritas muslim. Mari berkaca di beberapa negara yang menerapkan hukum buatan manusia (Kapitalis-demokrasi dan Komunis). Faktanya mereka sangat mendukung berkembangnya LGBT dengan berbagai kebijakan dan undang-undang. Seperti memberikan izin menikah sesama jenis, zina atau prostitusi, berganti jenis kelamin, dan sejenisnya.

Indonesia sebagai negeri dengan mayoritas penduduk beragama Islam justru mengikuti jejak mereka. Walaupun belum sampai mengeluarkan UU menikah sesama sejenis. Namun ternyata usut punya usut, Indonesia mendapat kucuran dana sejumlah 180 juta dolar Amerika Serikat (AS) untuk proyek LGBT. Kucuran dana ini terungkap dalam sebuah acara talk show Indonesia Lawyers Club (ILC) setahun yang lalu (Tribunnews.com, 21/01/2018).

Pantas saja perkembangan LGBT sangat pesat beberapa tahun ini. Di berbagai wilayah, korbannya tidak hanya orang dewasa tapi anak-anak pun tak luput dibidik. Sistem politik demokrasi dengan sengaja diekspor dari induknya sebagai senjata untuk merusak generasi. Jargon kebebasan berperilaku dipropagandakan dengan masif, sehingga mereka disibukkan dengan nafsu syahwat semata. Mereka mengabaikan masa depannya.

Maka, apakah kita akan mengikuti jejak kaum Nabi Luth? Mereka telah dilaknat dan diazab. Kita bisa melihat dengan jelas bahwa sistem Kapitalis-demokrasi menyuburkan kebebasan. Sistem ini merusak dan membinasakan generasi melalui berbagai sarana, termasuk seni (perfilman) untuk meraih keuntungan materi tanpa memikirkan rusaknya generasi.

Penting bagi kita memahami sistem mana yang sesuai dengan fitrah manusia. Sistem terbaik yang bersumber dari zat Maha Benar. Sekaligus memperjuangkannya secara kaffah. Baik lingkup individu, jamaah, maupun negara. Sistem mulia ini adalah sistem Islam. Sistem yang berasal dari Sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur, Allah SWT. Dengan demikian tangan-tangan yang akan merusak manusia dan dunia dapat dibelenggu. Tak ada kompromi sedikit pun dengan sistem kufur, karena hanya akan membuat kerusakan.

Sudah saatnya sistem Islam diterapkan dalam kancah negara bukan hanya pada individu maupun pada lingkup kelompok. Demikian dalam hal seni, Islam memandang seni bukan sekedar hiburan. Namun sebagai sarana pendukung dakwah dan pendidikan untuk mencerdaskan generasi dengan Islam.

Wallahu’alam bishshawab.

[LS/Ah]

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis