Kisruh Pemilu, Demokrasi Gagal Wujudkan Pemilu yang Adil

Oleh. Nurdalena,S.Pd

(Pendidik)

LensaMediaNews- 17 April telah berlalu. Namun, hiruk-pikuknya belumlah usai. Sang jawara kompetisi masih belum ditentukan. Meski versi quick count lembaga survey jokowi-Ma’ruf ungguli Prabowo- Sandi. Namun, Ketua KPU Arief Budiman mengimbau bahwa hasil hitung cepat atau quick count lembaga survey hanya sebagai referensi. Ia mengatakan, secara aturan hasil resmi tetap berdasarkan hasil penghitungan real count dari KPU ( Tempo.co.id, 24/04/2019). pengumuman resmi baru akan diumumkan pada 22 mei mendatang.

Pelaksanaan pemilu kali ini, menuai sorotan publik. Muncul ketidakpercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu. Tagar #INAElectionSOS sempat menjadi trending di tweeter. Indikasi kecurangan menjadi salah satu alasannya. Dugaan ini muncul akibat deretan kekacauan yang terjadi pada penyelenggraan pemilu kali ini. Mulai dari tercoblosnya surat suara, keterlambatan logistik, kekurangan surat suara hingga salah input data C1 pada server resmi KPU.

Pra perhelatan akbar 17 april, dunia maya digegerkan dengan video penemuan belasan karung berisi surat suara yang tercoblos di Slangor Malaysia. Surat suara tersebut telah tercoblos untuk pasangan paslon 01 Jokowi- ma’ruf Amin dan caleg dari partai Nasdem, sebagaimana dilansir oleh Tagar News Jumat, 12 April lalu.

Pasca pesta demokrasi, dugaan kecurangan semakin mengemuka. Perilisan quick count lembaga survey memenangkan paslon 01, menuai tanda tanya. Masyarakat yang tak puas, ikut melakukan pengawasan menjadi wasit pemilu. kesalahan input data pilpres 2019 di website resmi KPU tertangkap publik. Anehnya kesalahan input terjadi berulang kali, terkesan masif dan terstruktur.

 

Buruknya Demokrasi

Kecurangan dalam penyelenggraan pemilu, bukan hal yang baru dalam jagad demokrasi. Mantan ketua Mahkamah Konstitusi, Prof . Mahfud MD mengatakan hal itu adalah wajar mengingat perbedaan adalah bagian dari demokrasi. “Demokrasi memang harus ada biayanya, kalau mau praktis, ya tidak usah menyelenggrakan demokrasi. Pakai kerajaan aja, enggak usah pakai pemilu”, ujarnya (wartakotalive.com, 25/04/2019).

Pemilu serentak yang digadang- gadang akan menjadi pemilu terbaik di negeri ini. Ternyata, jauh panggang dari api. Kisruh pelaksaanaannya menambah daftar bobroknya demokrasi. Demokrasi yang selama ini dianggap sebagai sistem terbaik ternyata memiliki cacat sejak lahir . Penyelenggaraan pemilu hanya topeng demi memperpanjang nyawa demokrasi, untuk memberi kesan seolah demokrasi baik- baik saja.

Demokrasi tegak diatas landasan sekulerisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan, mendorong pada kompetitor melakukan apapun demi meraih kemenangan. Tak pelak, kecurangan pun digunakan agar tetap berkuasa. Saling sikut, demi sekerat tulang dunia. Walhasil, pemilu yang adil hanyalah fatamorgana.

 

Islam Wujudkan Pemilu Yang Adil

Dalam Islam majelis perwakilan disebut dengan majelis umat. Namun, tidak memiliki hak legislasi UU, namun untuk menyampaikan pendapat dan melakukan muhasabah kepada penguasa. Majelis umat dipilih sebagai wakil rakyat dalam konteks syura bagi yang muslim dan sakwa (komplain) bagi non muslim. Sebelum memilih majelis umat, umat akan terlebih dahulu memilih majelis wilayah dari para tokoh yang menjadi refresentatif umat. Kemudian majelis wilayah akan memilih anggota majelis umat diantara mereka. Maka, tidak dibutuhkan biaya besar demi memoles branding personal si calon. Pun sebaliknya, Para calon pun mengambil amanah atas dorongan ketaqwaan kepada Allah.

Begitupun dalam pengangkatan khalifah. Pemimpin dalam Islam diangkat untuk menerapkan syariah Islam. Para calon Khalifah diseleksi oleh Mahkamah Madzolim. Para calon yang diajukan oleh majelis umat akan diseleksi, apakah memenuhi syarat in’iqad ataukah tidak yaitu laki- laki, muslim, baligh ,berakal, merdeka adil dan mampu. Sebagaimana Ali ra. dan ustman ra. terpilih sebagai calon pengganti Umar. Kemudian dari dua calon akan diseleksi lagi, siapakah yang paling layak menjadi Khalifah. Beratnya amanah seorang khalifah menjadikan jabatan itu bukanlah ajang kompetisi. Tidak semua orang berani mendudukinya. Karena pemimpin dalam Islam adalah ibarat pengembala dan ia akan bertanggung jawab atas apa yang digembalakannya. Rasulullah Saw. Bersabda :
”Imam itu adalah laksana pengembala, dan dia akan diminta pentanggung jawaban atas rakyatnya (yang digembalakannya) (HR. Al Bukhari dan Ahmad dari sahabat Abdullah bin Umar r.a. )“.

Namun terwujudnya keadilan dalam pemilihan pemimpin tidak bisa terwujud, selama demokrasi dianggap jalan perubahan. Karena sejatinya, demokrasi adalah biang keroknya. Pemilu adalah satu uslub saja untuk memilih pemimpin dalam Islam. Terwujudnya pemilu yang adil hanya bisa terjadi jika bangsa ini tegak diatas landasan syariah Islam. Sistem terbaik dari yang maha baik.

Wallahu a’lam biashowab.

[LS/Ry]

Please follow and like us:

Tentang Penulis