Ilusi Demokrasi Wujudkan Perubahan Hakiki

 

Oleh: Dede Yulianti

LenSaMediaNews– Kisruh pemilihan umum (pemilu) 2019 seakan tak ada akhirnya. Sejak awal rakyat disuguhi dengan berbagai kebijakan tak masuk akal. Pemilihan jenis bahan kotak suara misalnya. Bukankah keamanan semestinya menjadi alasan utama. Namun malah kotak kardus yang dipilih. Sangat mengherankan, entah untuk tujuan penghematan atau bukan, yang jelas belum-belum pemilu berlangsung banyak kotak suara rusak akibat banjir. Lebih lucu lagi setelah pemilu, kotak kardus bergembok itu dibuka dengan cara digunting talinya. Adalagi kebijakan di luar nalar. Orang yang mengidap sakit jiwa turut dipaksa memilih. Padahal hukum saja bisa batal bagi mereka.

Pada penyelenggaraan pemilu 2019 sejumlah daerah mengalami kendala. Mulai dari masalah distribusi logistik, kekurangan surat suara, kerusakan kotak suara, kerusakan surat suara, hingga surat suara tercoblos lebih dulu. Deretan kasus ini menunjukkan KPU gagal menjamin pemilu berjalan langsung. (Tirto.id 17/04/2019).

Kekacauan yang lebih mengenaskan, dilaporkan 144 petugas KPPS meninggal dunia akibat kelelahan. Ini sungguh di luar kewajaran. Beban pekerjaan dan waktu yang diporsir, hingga tekanan proses penghitungan menjadi faktor penyebabnya. Miris dan menyedihkan.

Belum lagi suhu politik yang kian memanas pasca pemilu, akibat klaim kedua kubu memenangkan hasil perhitungan suara. Rakyat dibuat bingung dan disuguhkan tontonan permainan politik kotor. Perang antara quick count dan real count, seakan menegaskan terjadinya intrik dan kecurangan di sana sini, demi tahta dalam kekuasaan.

 

Demokrasi Menjanjikan Harapan Palsu

Sungguh rakyat menaruh harapan terjadinya perubahan dengan pemilu. Jengah dengan permasalahan ekonomi, sosial, budaya yang tengah membelit bangsa ini. Namun apa mau dikata, wajah demokrasi semakin menampakkan perangainya. Ongkos kampanye pemilu demokrasi yang menelan biaya tak sedikit, menghasilkan perselingkuhan penguasa dan pengusaha yang tak ada habisnya.

Lihat saja operasi tangkap tangan KPK yang menimpa beberapa politisi, tak lepas dari kongkalikong para pengusaha. Termasuk biaya-biaya untuk menyuap rakyat dalam ‘serangan fajar.’ Alhasil jika tak sanggup mengeluarkan modal besar, para kapital-lah yang menyokong dananya. Lalu dimana nasib kepentingan rakyat? Malang, kepentingan rakyat hanyalah pemanis menjelang pemilu. Habis suara didulang, rakyat pun ditendang. Siklus ini tak pernah berganti sepanjang demokrasi tetap berdenyut.

Lagi-lagi rakyat menjadi korban permainan politik demokrasi. Kekuasaan hanya menjadi sarana meraup keuntungan dan memeras keringat rakyat melalui berbagai pajak yang menjerat. Ironisnya, pemilu berlangsung dengan dana yang fantastis milik rakyat. Mengorbankan tenaga rakyat. Sementara slogan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, tak pernah ada wujudnya. Sebab sejatinya dari rakyat, oleh rakyat, untuk kepentingan para kapital. Demokrasi hanya akan berpihak pada penguasa yang akan melanggengkan penjajahan sistemisnya dalam segala aspek. Penguasaan harta umum oleh swasta yang dilegalkan penguasa.

Rakyat tidak bisa berharap bahwa pemilu benar-benar menjadi sarana untuk melakukan perubahan. Sekalipun itu hanya untuk merubah rezim. Seperti ungkapan Joseph Stalin, pemimpin Uni Soviet yang dikutip Karni Ilyas. “Orang-orang yang memberikan vote (suara) tidak menentukan hasil dari pemilu. Namun orang-orang yang menghitung vote itulah yang menentukan hasil dari pemilu.”

Walhasil, alih-alih rakyat mendapatkan perubahan hakiki, suara rakyat nyatanya hanya dijadikan legitimasi berlangsungnya korpotokrasi. Demokrasi bukan hanya harus dikritisi, tapi sudah selayaknya diganti. Penipuan atas nama demokrasi harus segera dihentikan.

Sudah saatnya rakyat meneruskan perjuangan, mencari pemimpin yang bertakwa sekaligus menegakkan sistem yang terbukti membawa keberkahan dunia akhirat. Sistem yang lahir dari Allah SWT, Zat Yang Maha Sempurna. Sistem hidup terbaik yang akan melahirkan manusia-manusia bertakwa yang penuh rasa takut kepada Rabbnya. Sebab perubahan hanya akan terjadi manakala pemimpin dan sistemnya menjamin penerapan hukum-hukum Allah SWT. Dengan demikian, perubahan hakiki yang diidamkan bukan sekadar harapan, tapi terwujud pasti.

Wallahu’alam

[Fa]

Please follow and like us:

Tentang Penulis