2019, Pemilu yang Memilukan
Oleh: Sri Retno Ningrum
LenSaMediaNews– Pemilihan Umum (PEMILU) 2019 telah selesai digelar pada tanggal 17 april 2019 yang lalu. Dengan pemilu, rakyat berharap mendapatkan sosok pemimpin yang bertanggung jawab untuk me-riayah rakyat.
Sayangnya, pemilu kali ini terjadi banyak kekurangan dan kekacauan. Pasalnya banyak terjadi permasalahan seperti kekurangan dan kerusakan surat suara, kotak suara dan surat suara yang sudah tercoblos. Deretan kasus tersebut menunjukkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) gagal menjamin kelancaran pemilu.
Contoh kasus, keterlambatan logistik terjadi di Kabupaten Bangsai, Sulawesi Tengah. Akibatnya ada 11 kecamatan yang terancam tidak bisa mencoblos. Polisi akhirnya dilibatkan untuk mempercepat distribusi logistik tersebut. (tirto.id 17/4/2019).
Sementara itu, di Kecamatan Taman Sari dan Ciseeng, Kab. Bogor, ada 682 korak suara yang rusak. Untungnya, KPU Kabupaten Bogor memiliki kotak suara cadangan. “Sudah langsung dikirim penggantinya di dua kecamatan itu, jadi kalau kotak suara relatif amanlah karena kita punya cadangan 7000,” kata Henry Setiawan, Komisioner KPU kabupaten Bogor. (tirto.id 17/4/2019)
Selain itu, pemilihan di TPS 42 Desa Jenetalasa, Palangga, Kabupaten Gowu terpaksa dihentikan. Penyebabnya, ada surat suara yang tercoblos untuk capres no.1 Jokowi-Ma’aruf. (tirto.id 17/4/2019).
Permasalahan lainnya yang terjadi adalah adanya korban meninggal dan jatuh sakit dari pihak petugas KPPS. Dan ini terjadi setiap hari, bahkan jumlahnya semakin bertambah. “Jumlah anggota wafat berjumlah 225 dan sakit 1.470,” ujar Komosioner KPU Virya Aziz. Korban yang berjatuhan tersebut diduga kelelahan saat bertugas, hal itu disampaikan kepada wartawan (detik.news 25/4/2019).
Pesta rakyat (pemilu) 2019 yang dibangga-banggakan dalam sistem demokrasi menimbulkan kesedihan luar biasa bagi keluarga yang ditinggalkan. Belum lagi dana pemilu dan pilpres yang mencapai 24,8 triliun. Dalam Pemilu juga rentan terjadi kecurangan yang dilakukan oleh elite politik. Pasalnya, mereka mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk kampanye, pencitraan dll. Sehingga wajar cara yang dilarang syara’ pun dilakukan. Dan setelah terpilih akan membagi kekuasaannya dengan yang memberi modal untuk kampanye.
Walaupun sistem demokrasi dan sistem Islam menempatkan kekuasan sama-sama di tangan rakyat, akan tetapi kedaulatan dalam Islam, tidaklah di tangan rakyat. Dalam Islam, kedaulatan atau hak membuat hukum, berada di tangan Asyari’ yakni Allah SWT. Sehingga sumber hukum yang diakui dalam Islam adalah Syariat Islam. Begitu pun aturan tentang pemilihan khalifah, bersumber dari syariat islam. Khalifah yang berkuasa dalam negara khilafah tidak bisa berkuasa jika tidak mendapat mandat dari rakyat, yang diperoleh melalui bai’at in’iqad. Meskipun demikian, rakyat bukanlah majikan khalifah. Sebab, akad antara rakyat dengan khalifah bukan akad ijarah, melainkan akad untuk memerintah rakyat dengan hukum Allah SWT. Selama khalifah tidak melakukan penyimpangan terhadap syara’ maka tidak boleh diberhentikan, karena yang berhak memberhentikan bukanlah rakyat tetapi Mahkamah Madzalim.
Adapun pengangkatan khalifah hukumnya fardu kifayah, sehingga tidak harus dipilih langsung oleh rakyat. Jika kemudian ditetapkan bahwa majelis umat yang akan memilih dan mengangkatnya. Maka kifayah inipun terpenuhi. Jika kifayah dianggap terpenuhi maka khalifah bisa di bai’at dengan bai’at in’iqad. Setelah itu, baru seluruh rakyat wajib membaiatnya dengan bai’at tha’ah. Dalam kondisi sekarang, ketika khalifah belum ada maka solusi untuk mengangkat khalifah tentu bukan melalui pemilu. Karena pemilu bukanlah metode baku dalam mendirikan khilafah, juga bukan metode untuk mengangkat khalifah. Namun, itu hanyalah salah satu uslub dari berbagai macam uslub yang bisa digunakan. Islam telah menetapkan bahwa metode baku untuk menetapkan kekuasaan adalah Thalab an-Nusrah. Sedangkan metode baku untuk mengangkat khalifah adalah bai’at. Thalab an-Nusrah tidak akan didapatkan begitu saja tanpa proses dakwah dan bergabung dengan partai politik berideologi islam. (global muslim, 4/01/2014).
Untuk itu, kita perlu berjuang untuk dakwah lil Islam hingga mendapatkan Thalab an-Nusrah dan umat sadar akan pentingnya sistem Islam. Dengan menerapkan sistem politik islam, maka rakyat akan sejahtera. Rasullah SAW merupakan suri teladan bagi umat manusia, sehingga thariqah dakwah Rasullah wajib untuk diikuti. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam surah Al- ahzab ayat 21 artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasullah itu suri teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah (dengan membaca dzikir dan mengingat Allah)”.
Wallahu a’lam Bisshowab
[Fa]