Keuntungan Dikejar Generasi Jadi Tumbal

Oleh: Kunthi Mandasari
(Member Akademi Menulis Kreatif)

 

LensaMediaNews- Bermula dari debat capres dan cawapres di putaran ke 5, isu pengembangan E-Sport mengemuka. Bahkan Telkom Indonesia sangat berambisi untuk menjadi pemain besar industri game di Indonesia, khususnya mobile.

Dilansir dari markeeters.com, yang disampaikan oleh Joddy Hernady selaku EVP Digital & Next Business Telkom, bahwa industry game memiliki tingkat pendapatan yang paling tinggi dibandingkan jenis hiburan lainnya.

“Kita lihat nilai ekonomi E-Sport tumbuh sangat pesat. Catatan di 2017 perputarannya 11-12 triliun, per tahun tumbuh 35 persen,” ujar Jokowi saat debat pamungkas kelima capres-cawapres di Hotel Sultan, Jakarta Selatan (idntimes.com, 13/04/2019).

Yang mereka sayangkan di tengah pertumbuhan industri game di Indonesia yang besar yakni mencapai angka 40%, hanya sedikit dari perusahaan dalam negeri yang khusus fokus pada online game yang hanya memakan 19% dari total porsi kue. Lebih parahnya lagi, judul-judul game lokal hanya ada 0,4% dari total judul game yang beredar.

Dengan tingkat pendapatan yang tinggi membuat calon pemimpin negeri ini tergiur mengambil peran dalam pengembangannya. Bahkan  menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi berpendapat E-sport harus mulai masuk ke kurikulum pendidikan untuk mengakomodasi bakat-bakat muda.
“Kurikulum harus masuk di sana, pelatihnya harus masuk di sana. Kalau sudah seperti itu, tentu harus bekerja sama, harus kolaborasi,” kata Imam saat ditemui pewarta di Sekretariat Kabinet, Jakarta (cnnindonesia.com, 28/01/2019).

Cukup ironis. Di tengah gempuran media yang semakin brutal. Negara justru berencana memberi fasilitas bagi mesin perusak generasi. Menjerumuskan mereka sebagai pengguna E-Sport yang jelas-jelas bisa menyebabkan kecanduan. Padahal WHO (World Health Organisation) sendiri telah menetapkan kecanduan game sebagai gangguan mental.

Game online telah melahirkan berbagai masalah serius terkait bermain game. Terdapat banyak kasus orang yang masih muda tewas karena kelelahan bermain game. Mereka tewas karena kecanduan, sebuah perilaku buruk yang sebenarnya bisa dihentikan. Jika pemerintah mengambil perannya sebagai pelindung.

Tak sampai disitu, kecanduan game juga memicu terjadinya tindak kriminal seperti mencuri dan merampok. Hasil jarahan digunakan untuk membayar sewa alat game online. Sayangnya penderita kecanduan game bukan hanya golongan remaja tetapi juga merambah kalangan orang dewasa.

Maka dari sini dapat dipahami mengapa WHO mengkategorikan kecanduan game sebagai penyakit dalam laporan International Classification of Diseases edisi 11 (ICD-11).
Dengan resminya kecanduan game masuk sebagai gangguan kesehatan jiwa. Apakah tidak keliru jika negara ini justru ingin memasukkannya dalam kurikulum pendidikan?

Game online sendiri termasuk dalam permainan. Sudah menjadi fitrah manusia akan mengalami rasa jenuh dan bosan. Islam sendiri tidak mengekang manusia dengan menyuruh manusia untuk terus menghabiskan waktunya di masjid saja, atau untuk terus menerus mengaji Alquran, atau untuk terus menerus berdakwah, dan sebagainya.

Maka dalam Islam tidak ada larangan bagi kaum Muslim untuk sesekali mencari hiburan. Hanya saja bukan sembarang permainan. Melainkan sesuatu yang dihalalkan oleh Islam, tidak melalaikan dari kewajiban serta tidak boleh mendatangkan bahaya.

Sayangnya permainan atau game online yang diemban oleh kapitalis lebih banyak bahayanya. Karena lebih banyak melemahkan pemahaman terhadap Islam, menjerumuskan pada yang haram, melalaikan yang wajib, menyia-nyiakan waktu, dan membuang-buang uang.

Sebenarnya jika keimanan menjadi pemandu kaum Muslim, setiap perbuatan akan disandarkan pada prioritas amal. Mendahulukan kewajiban serta sunah baru mengambil perkara yang mubah. Itu pun dengan mempertimbangkan apakah perkara mubah yang dikerjakan akan membawa pahala atau akan menambah dosa. Termasuk dalam permainan game online ini.

Sayangnya, dalam sistem sekuler yang menjauhkan peranan agama sebagai pengatur kehidupan, manusia hanya dilenakan oleh kesenangan. Maka tak heran jika yang mereka buru hanya kesenangan demi kesenangan. Perkara halal dan haram bukan menjadi persoalan.

Keuntungan dipandang sebagai segala-galanya tanpa melihat lebih jauh efek kerusakan yang ditimbulkan.
Oleh karenanya kita tidak bisa berharap pada sistem yang rusak ini sebagai pelindung generasi. Sudah saatnya kita campakkan sistem yang menjerumuskan generasi pada jurang kehancuran. Mengambil Islam sebagai satu-satunya hukum yang patut diterapkan. Yang akan memberikan perlindungan terhadap generasi melalui ketakwaan yang dibangun oleh negara melalui penerapan hukum syariat secara total.
Sabda Rasulullah SAW, ”Manfaatkanlah lima perkara sebelum datang lima perkara lainnya; masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum waktu sempitmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR Al Hakim, dalam Al Mustadrak ‘Ala As Shahihain, Juz 4, no. 7846, hadits shahih).

 

 
Wallahua’lam bisowab.

[LnR]

Please follow and like us:

Tentang Penulis