Ulama Difitnah, Salah Siapa?
Oleh : Rosmiati
LenSaMediaNews–17 April memang sudah berlalu, namun memori kolektif rakyat tak bisa dilumpuhkan dari fakta demi fakta yang hadir meramaikan jalannya pemilu tahun ini. Panggung demokrasi dihebohkan dengan tampilan-tampilan baru yang cukup menggugah, diakui hal ini baru terjadi pada periode ini. Isu politik identitas kian ramai terucap dalam narasi-narasi publik selama proses kampanye. Mulai dari isu Khilafah, yang katanya akan tegak bila salah satu paslon akan terpilih. Bahkan Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono, mengatakan pada pemilu kali ini ada pertarungan dua ideologi yakni Pancasila dan Khilafah (Republika.co.id, 31/03/2019).
Disamping itu, pada H-3 menjelang hari H pergelaran pesta demokrasi. Tagar #UASdifitnahKejiDanBrutal dan #saveUAS meramaikan laman-laman media sosial bahkan berhasil menduduki 10 besar trending topics di jagad Twitter. Tagar ini lahir sebagai bentuk dukungan moril kepada sang Ustad atas fitnah yang dilontarkan oleh pihak yang tak bertanggungjawab melalui akun Said Didu yang berhasil dibajak (Republika.co.id, 14/04/2019).
Tuduhan fitnah ini pun terjadi pasca pertemuan sang Ustad dengan Prabowo Subianto pada hari Kamis 11 April 2019. Dalam pertemuan tersebut, secara terang-terangan Ustad Abdul Somad memberikan dukungan secara terbuka kepada kubu paslon Prabowo-Sandi yang akan beradu dalam Pilpres tahun ini. Maka tak jarang warganet berasumsi bahwa fitnah atasnya mempunyai hubungan erat dengan pertemuannya bersama sang Calon Presiden RI tersebut.
Mengurai Kisruh
Ustad Abdul Somad dikenal sebagai Dai yang cukup populer di masyarakat. Ada banyak rakyat Indonesia yang menjadi pengikut dan pononton setianya. Beliau pun sudah berdakwah diberbagai pelosok negeri dari ujung barat hingga timur Indonesia. Maka ketika beliau melabuhkan dukungannya kepada salah satu capres di pilpres tahun ini, tidak menutup kemungkinan rakyat akan ikut bersamanya. Sehingga tak bisa dinafikan bahwa tuduhan bohong dan keji atas beliau dijadikan alat untuk mengkerdilkan kepercayaan rakyat padanya. Pihak yang telah melancarkan fitnah berharap bahwa dengan melakukan hal ini maka marwah sang Dai menurun di mata masyarakat. Padahal yang terjadi tidaklah demikian, justru dukungan mengalir deras.
Kriminalisasi Ulama tentu bukanlah hal baru terjadi di negeri ini. Fenomena ini kian subur dan berulang. Ulama yang merupakan insan mulia dengan mudahnya dilecehkan hanya karena sebuah kepentingan.
Demokrasi yang lahir dari rahim sekularisme membuatnya alergi dengan isu-isu berbau agama. Secara historis, para pemuka agama di masa lalu menggunakan agama untuk menghisap darah rakyatnya, mengeruk kekayaan dan lain sebagainya. Pertumpahan darah pun terjadi dan sekulerisme dipilih sebagai jalan tengah demi mengakomodasi seluruh kepentingan yang bertikai.
Setelah Sekularisme lahir maka ikut campur agama dalam urusan negara dianggap berakhir. Dan sejarah akan selalu berkisah kepada setiap generasi yang datang untuk jangan membawa-bawa agama dalam urusan negara karena hadirnya hanya akan menyebabkan kehancuran. Kini isu agama digunakan untuk memukul mundur lawan politik. Sebagaimana yang terjadi pada Ustad Abdul Somad.
Selain itu, akibat tingginya syahwat kekuasaan dalam sistem ini membuat orang akan berbuat apa saja demi mendapatkan kursi kepemimpinan tanpa menimbang halal dan haramnya. Maka jangan heran, memfitnah ulama pun akan dilakukan jika itu dianggap memang jalan yang efektif. Kasus yang berulang menimpa para ulama menunjukan gagalnya sistem hari ini dalam mengatasi kriminalisasi ulama. Selama sistem ini masih bercokol kuat, maka pada saat itu pula ulama akan selalu menjadi korban kepentingan politik jika terdeteksi merongrong kepentingan tertentu.
Islam memuliakan para Ulama
Lain padang lain ilalang, lain Islam lain sekuler demokrasi. Sistem politik Islam dalam setiap aktivitasnya tidak memisahkan agama dengan kehidupan bahkan negara. Jejak penerapan Islam selalu indah di mata penduduk dunia.
Ulama dalam Islam mendapatkan tempat yang istimewa dimana ia nobatkan sebagai warisatul anbiya (pewaris para nabi). Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak. (HR Imam At-Tirmidzi, Imam Ahmad, Imam Ad-Darimi dan Imam Abu Dawud)
Maka menghina ulama tentu hal yang tidak diperbolehkan dalam Islam. Pelakunya tentu akan diganjar dengan sanksi yang tegas. Dalam Islam, Ulama akan selalu dilibatkan dalam setiap proses kepemimpinan. Memberi pengajaran, membimbing dan mengingatkan penguasa ketika telah menyimpang dari rel syariat. Sebagaimana nasehat Imam Ghazali, politik dan agama saudara kembar. Agama sebagai asas atau fondasi dasar dan politik adalah penjaganya. Setiap yang tidak berfondasi akan runtuh dan setiap yang tidak berpenjaga akan hilang.
Wallahualam
[Lm /Hw/Fa]