Industri Games, Salah Arah Ri’ayah Negara pada Generasi

 

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
(Anggota Revowriter Sidoarjo)

 

LenSaMediaNews–Era digitalisasi RI 4.0 dampaknya memang bak pedang bermata dua. Di sisi lain sebuah peradaban memang butuh teknologi termutakhir agar pemenuhan kebutuhan rakyat semakin dimudahkan. Namun di sisi yang lain lagi, era yang serba digital mau tidak mau menumbuhkan budaya baru dalam kehidupan masyarakat yang terlibat didalamnya. Seperti konsumtif, hedonis, pragmatis, liberal dan individualis. Terlebih jika didukung dengan kebijakan yang makin membuat dampak yang lebih parah bermunculan.

Capres nomor urut 01 Joko Widodo mengatakan dalam debat pamungkas Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu (13/4/2019) bahwa pemerintah saat ini harus cepat tanggap dan responsif terhadap perubahan global yang terjadi. Hal itu disampaikan Jokowi menanggapi penjelasan Prabowo Subianto tentang strategi pengembangan e-Sport dan Mobile Legend. Perubahan global yang terjadi saat ini, seperti artificial intelligence (AI), internet of things, virtual reality, dan bitcoin telah menjadi sebuah profesi yang disenangi anak muda.

Oleh sebab itu, lanjutnya, pemerintah akan membangun infrastruktur digital. Dengah membangun ekosistem yang sama bagi mereka untuk bisa berusaha membuat game. Ini peluang yang besar bagi industri game di Indonesia. Hal ini sangat menjanjikan karena ekonomi akan bertumbuh sangat besar, Rp 11-12 triliun pertumbuhannya per tahun, jelas Jokowi ( Liputan6.com, 13/04/2019).

Tampak nyata apa yang ada dalam benak pemimpin kita. Hanya kepuasan materi semata, hingga tak boleh ada celah kerugian di dalamnya. Berbagai hal harus diupayakan optimal, meskipun dampaknya merusak. Bukti nyata kebobrokan sistem pendidikan sekuler yang tak jelas arah dan kental aroma bisnis berbasis proyek digitalisasi.

Permainan game adalah sesuatu yang melalaikan, karena meskipun digolongkan bidang olahraga, namun mudharatnya justru lebih besar. Bagaimana mungkin generasi kita mampu memimpin sebuah bangsa yang sukses dan mandiri, jika hak atas perlindungan terhadap akal mereka tidak didapat? dari berbagai penelitian banyak ditemukan kasus-kasus kriminal dan kesehatan sebagai akibat karena terpapar permainan game yang melebihi konsumsi normal. Hingga organisasi kesehatan dunia (WHO) bakal menetapkan kecanduan bermain game sebagai salah satu gangguan mental. Berdasarkan dokumen klasifikasi penyakit internasional ke-11 (Internatioal Classified Disease/ICD) yang dikeluarkan WHO, gangguan ini dinamai gaming disorder ( kompas.com, 13/04/2018)

Tak bisa dihindari, Indonesia adalah bagian dari negara sekuler, terlihat dari kebijakan-kebijakan yang dihasilkannya. Tidak bertanggung jawab melindungi generasi dari kerusakan media “game online” dengan memfasilitasi sarana teknologi bahkan menjadi ajang lomba. Padahal generasi muda yang menjadi pertaruhan masa depan bangsa ini, apakah akan berdaya, kuat dan cerdas ataukah lemah dan hanya cerdas secara virtual sangatlah bergantung pada periayaan negara.

Negaralah yang memiliki kuasa dan komponen menghadang munculnya dampak buruk melalui peraturan yang dikeluarkan. Namun hari ini, justru negaralah yang menghadirkan dampak negatif. Demi memuaskan hasrat para produsen game. Islam hadir dengan memberikan solusi yang komprehensif . Generasi muda adalah amanah, kuat lemahnya suatu bangsa bergantung dari kuat lemahnya negara meriayahnya. Maka melindungi generasi dari kerusakan akibat aplikasi dan situs berbahaya, termasuk game adalah hal pokok yang akan diemban oleh negara. Sebagaimana apa yang disebut dalam hadis berikut, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan perkara-perkara yang tidak bermanfaat baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi No. 2318 dan yang lainnya).

Wallahu a’lam bisshowab.

[EL/Fa]

Please follow and like us:

Tentang Penulis