Kerusakan Generasi Buah Penerapan Demokrasi

 

Oleh :Tety Kurniawati
( Anggota Komunitas Penulis Bela Islam)

LenSaMediaNews–Sejarah mencatat bahwa perubahan yang terjadi diseluruh belahan dunia tidak lepas dari kiprah pemuda. Jika institusi pendidikan dianggap sebagai gudang pemikiran dan menyemai bibit unggul peradaban, maka pelajar adalah pelaku utamanya yang merupakan cikal bakal terciptanya peradaban tangguh masa depan.

Ironisnya, kini potensi luar biasa institusi pendidikan tersebut justru tercoreng dengan maraknya pemberitaan media yang menunjukkan buramnya potret pendidik dan pelajarnya. Salah satu yang marak di media kasus mantan kepala sekolah di Kabupaten Soppeng, Sulsel, MT ditangkap polisi. MT yang kini bekerja di Dinas Pendidikan Soppeng, diduga telah mencabuli 14 anak. Sebagaimana penjelasan Kasat Reskrim Polres Soppeng, AKP Rujiyanto Dwi Poernama. ( m.detik.com, 14/4/19). Sementara ditempat berbeda, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Garut, Jawa Barat, dikerahkan untuk mengungkap kasus belasan bocah di Garut yang diduga ketagihan seks menyimpang karena nonton video porno ( viva.co.id, 14/4/19).

 

/Biang Keladi Kerusakan Generasi/

Kebebasan tanpa batas yang menjadi ekses dari penerapan salah satu pilar dalam sistem demokrasi menjadi biang keladinya. Dan kecanggihan teknologi yang telah memberi kesempatan luas bagi siapa saja tanpa batasan usia untuk mengakses berbagai konten di media sosial. Serbuan konten tak layak tonton pun jadi tuntunan. Menularkan budaya serba permisif, lifestyle hedonis dan mencabut jati diri generasi sebagai pengukir peradaban. Pornografi dan pornoaksi pun tumbuh bak jamur dimusim penghujan. Kala para kapitalis lebih peduli bagaimana bisnis kontennya disukai, bernilai jual dan menghasilkan sebanyak mungkin pundi keuntungan dibanding besarnya kerusakan generasi yang ditimbulkan.

Di lain sisi, permasalahan generasi tidak bisa dipisahkan dari faktor orang tua, masyarakat dan negara. Orang tua, khususnya ibu yang lalai, padahal seharusnya memegang peran pertama dan utama dalam pendidikan anak. Menanamkan nilai-nilai keimanan, memupuk ketaatan pada aturan Ilahi serta menjadi teladan kebaikan terdepan bagi anak-anaknya. Namun krisis ekonomi dan kemiskinan yang mendera memaksa kaum ibu fokus berupaya memenuhi nafkah keluarga.

Kondisi masyarakat pun setali tiga uang. Penerapan demokrasi telah melahirkan masyarakat yang egoistik dan memiliki tingkat individualistik tinggi. Akibatnya kontrol sosial masyarakat lemah dalam menolak tindak kemaksiatan dilingkungannya. Sistem ekonomi kapitalis telah menciptakan rezim sekuler yang hanya berorientasi pada materi dan besaran keuntungan. Penentu layak tidaknya sebuah kebijakan adalah nilai ekonomi. Tak peduli jika harus menyingkirkan norma, nilai kepatutan, bahkan aturan dari sang penguasa kehidupan.

 

/Solusi Islam/

Islam sebagai aturan hidup yang sempurna akan mengembalikan generasi pada identitas yang sesungguhnya. Dengan mengembalikan peran ibu sebagai pencetak generasi. Sekaligus mengaktifkan kembali fungsi keluarga sebagai pembentuk kepribadian islami. Mengupayakan terpeliharanya kontrol sosial yang kuat dalam masyarakat. Dengan memupuk semangat amar ma’ruf nahi mungkar.

Terakhir, negara lewat sistem pendidikan akan memastikan anak bangsa memperoleh pendidikan yang disusun berdasarkan aqidah Islam. Negara juga berkewajiban membentengi generasi dari dampak negatif budaya asing. Menutup celah bagi tersebarnya pornografi dan pornoaksi melalui media. Tiap pelanggaran terhadapnya akan dianggap sebagai tindak kriminal yang harus diganjar dengan hukuman. Sudah saatnya demokrasi yang terbukti rusak dan merusak ditinggalkan. Untuk kemudian beralih pada aturan Islam kaffah, yaitu diterapkan dalam setiap aspek kehidupan terbukti mampu mencetak generasi peradaban yang gemilang.

Wallahu a’lam bishshowab

[FA]

Please follow and like us:

Tentang Penulis