Kemenangan Hakiki
Oleh: Kunthi Mandasari
(Member Akademi Menulis Kreatif)
LensaMediaNews- Pesta demokrasi telah digelar. Hingar bingar klaim kemenangan bermunculan. Padahal penghitungan suara masih dilakukan oleh KPU. Penghitungannya dilakukan secara berjenjang, hingga 22 Mei 2019. Setelah itu, barulah KPU akan mengumumkan pemenang Pemilu.
Sayangnya para calon sudah berebut klaim kemenangan. Seperti TKN-selaku tim pemenangan kubu petahana-telah mengklaim kemenangan karena unggul menurut hasil hitung cepat (quick count) yang dilakukan oleh 12 lembaga survei.
“Dasarnya adalah hasil quick count yang dilakukan oleh 12 lembaga quick count yang sangat kredibel itu. Dasarnya hasil quick count yang sangat kredibel selama ini memiliki tradisi keilmuan yang teruji dan sudah banyak terbukti dari beberapa tahun belakangan ini,” kata Muldoko, wakil TKN dalam konferensi pers di Rumah Cemara 19, Jakarta (kompas.com, 19/4/2019).
Masih dilansir dari sumber yang sama, kubu lawan tidak mengakui hasil quick count. Mereka justru meyakini bahwa merekalah yang telah memenangkan Pilpres berdasarkan hasil exit poll, quick count, dan real count. Bahkan mereka menggelar acara syukuran kemenangan di rumah Prabowo, Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Jumat tanggal 19 April 2019.
Klaim kemenangan dari kubu 02, wajar adanya. Pasalnya pergelaran pemilu sendiri rawan kecurangan. Sebelum pelaksanaan, ada beberapa temuan surat suara yang telah tercoblos. Keikutsertaan pasien gangguan jiwa untuk memilih pun sangat kental aroma kecurangan.
Selain itu penggunaan kardus sebagai kotak suara juga sempat menjadi polemik, karena rentan sekali untuk diakali. Sayangnya mereka masih saja setia mempertahankan sistem yang jelas-jelas tidak bisa diandalkan. Justru sistem demokrasi ini yang mereka jadikan landasan untuk pemilihan.
Aksi saling klaim oleh masing-masing kubu cukup mengganggu masyarakat. Sikap yang mereka tunjukkan jauh dari pemimpin negarawan. Malah terlihat sebagai penguasa yang haus kekuasaan. Karena KPU selaku pemilik hajat saja belum menyelesaikan tugas dan memberikan pengumuman hasilnya. Kenapa mereka dengan getol saling klaim kemenangan?
Jika benar-benar alasannya karena kecurangan yang terus terulang, kenapa tak berganti sistem saja? Yakni beralih pada sistem yang tidak ada unsur kebohongan maupun kecurangan. Yaitu sistem politik Islam yang berasas pada ketakwaan. Sistem politik Islam yang menawarkan kemudahan. Mulai dari syarat menjadi kepala negara, cara yang digunakan untuk memilih serta siapa saja yang berhak menunjuk kepala negara (Khalifah).
Pengangkatan kepala negara (Khalifah) dalam politik Islam dianggap sah jika memenuhi tujuh syarat. Yakni laki-laki, muslim, merdeka, baligh, berakal, adil dan memiliki kemampuan. Adapun cara pelaksanaannya melalui pembaiatan yang dilakukan oleh kaum muslim. Kaum muslim yang membaiat pun harus yang baligh dan berakal, baik laki-laki maupun perempuan. Orang gila dipastikan tidak akan ambil bagian karena tidak memenuhi persyaratan.
Semenjak merdeka hingga saat ini sistem demokrasi belum pernah tergantikan. Puluhan tahun telah berlalu, begitu pula pemimpin silih berganti. Sayangnya belum ada perubahan signifikan. Yang ada justru kemerosotan semakin dalam.
Menang atau kalah dalam kompetisi adalah wajar. Siapa pun yang menang tak ada yang perlu dibanggakan karena amanah menunggu untuk ditunaikan. Begitu pula ketika harus kalah tak ada yang perlu dipermasalahkan. Jika yang diharapkan adalah perubahan siapa pun yang memimpin tidak menjadi persoalan. Hanya saja prosesnya sendiri harus berjalan secara sportif. Kecurangan dalam politik Islam sangat minim terjadi. Karena kaum muslim menyadari bahwa kepemimpinan bukan untuk diperebutkan, tetapi sebuah amanah besar yang kelak harus dipertanggungjawabkan.
Sesungguhnya kemenangan hakiki adalah ketika kita bisa mengalahkan hawa nafsu. Sehingga hanya tunduk terhadap aturan sang pembuat hidup. Baik secara individu maupun dalam skala bernegara. Pemimpin yang baik saja tidak cukup. Tetapi diperlukan sistem yang baik sebagai penyokongnya yaitu sistem yang hanya bersumber dari pencipta bukan sistem buatan manusia.
Semoga saja segera lahir pemimpin yang akan membawa perubahan. Dia bersedia menerapkan syariat Allah SWT secara keseluruhan dalam bernegara. Sehingga rahmatan lil alamin kan tercipta.
Wallahu ‘alam bishowab.
[LNR]