Malangnya Nasib Remaja, Bagaimana Nasib Lentera Peradaban Islam?

 

Oleh: Supiani
(Member Komunitas Remaja Islam Peduli Negeri-Krispi)

LenSaMediaNews–Bak teriris hati rasanya, membaca berita remaja hari ini. Nasib malang dialami AY (14), warga Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar). Siswi SMP ini menjadi korban pengeroyokan yang dilakukan siswi SMA di kotanya. (detik.com, 09/04/19).

Peristiwa memprihatinkan ini bahkan ramai dan viral di twitter dengan #JusticeForAudrey. Dilansir dari okezone.com (10/04/19), peristiwa ini terjadi dipicu asmara orang lain. “Berdasarkan informasi yang ia dapatkan, pemicu kejadian ini karena asmara. Sebab kata dia, kakak sepupu AU yakni PO pernah pacaran dengan pria yang sekarang menjadi pacar salah satu pelaku. “Karena di media sosial mereka sering chatting dan memberikan komentar, sehingga dari komentar itu mungkin memunculkan rasa kesal pelaku terhadap korban,” ungkap LK, ibu korban.

Bahkan petisi Justice For Audrey yang dibuat oleh Fachira Anindy di laman change.org, ini telah ditandatangani oleh lebih dari 2,1 Juta warganet. Perisitiwa memilukan yang menimpa AY (14) ini pun menjadi sorotan dan perhatian banyak pihak. KPPAD (Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Daerah) Kalimantan Barat pun turut memberikan perlindungan kepada korban dan pelaku. Eka Nurhayati Ishak, Ketua KPPAD Kalbar mengatakan, mengingat pelaku dan korban adalah anak di bawah umur, maka KPPAD akan memberikan perlindungan kepada korban dan pelaku.

Korban akan diberikan penanganan berupa Hypnoprana (metode pengobatan dengan menggabungkan antara hypnotis dan pranic healing). Sebab ia mengalami depresi, tertekan, trauma berat, bahkan psikisnya juga terganggu. Korban, AY (14) juga sering mengigau berhalusinasi. (kalbar.online, 08/04/19)

Kenakalan remaja kian hari memang kian memprihatinkan. Bayangkan saja, hanya karena persoalan asmara, korban mendapatkan pengeroyokan sebegitu brutalnya. Bahkan ia sampai harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.

Peristiwa tanggal 29 Maret 2019 ini baru dilaporkan orang tuanya pada Jumat (05/04/19) ke Polsek Pontianak Selatan, sebab korban mendapatkan ancaman dari pelaku. (wartakota.tribunnews.com, 10/04/19)

Miris!

Miris. Kata itu agaknya mampu menginterpretasikan peristiwa pilu yang menimpa siswi SMPN 17 Pontianak ini. Sangat mengerikan, membayangkan begitu brutal perilaku remaja putri hari ini. Remaja yang labil, dibarengi dengan ketiadaan aspek penjaga perilaku mereka, menjadikan tenggang rasa seolah lenyap darinya.

Padahal, sejatinya remaja adalah komponen penting dalam mewujudkan suatu kebangkitan Islam. Di tangan merekalah lentera peradaban Islam digenggam, yang akan mampu mengentaskan peradaban kufur. Namun, bagaimana mungkin peradaban Islam akan kembali gemilang jika sang pembawa lentera justru terjerumus dalam lembah pergaulan mengerikan?

Meskipun demikian, kita tak dapat serta-merta menyalahkan pelaku. Sebab ada keterlibatan peran orang tua, masyarakat bahkan sistem negara yang menunjang perilaku pelaku. Rendahnya keimanan dan ketakwaan individu mendorong remaja bebas bertindak dan berperilaku. Orang tua yang cenderung permisif kian membuat remaja kebablasan. Kontrol masyarakat dalam amar ma’ruf nahyi munkar membuat tindakan kezaliman kian mudah dilakukan. Sehingga remaja tega menganiaya sesama. Padahal jelas penganiayaan termasuk perbuatan zalim yang jelas dilarang dalam Islam.

Dari Abu Dzar al-Ghifâri Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meriwayatkan firman Allah Azza wa Jalla, “Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikannya haram di antara kalian. Maka, janganlah kalian saling menzalimi.”

Terakhir, ketiadaan peran negara dalam menjaga dan melindungi perilaku remaja. Peran media massa dalam menciptakan kebringasan remaja pun kian menjamur. Mulai dari sinetron dan tayangan internet yang mudah diakses, dimana begitu banyaknya menampilkan adegan kekerasan.

Negara Harus Ambil Peran

Mencuatnya berita ini melalui media massa, menimbulkan bully berkelanjutan kepada para pelaku. Pelaku memang salah, namun sejatinya ketiadaan peran negara dalam menjaga perilaku remajalah yang membuat para remaja zaman now begitu bebas dalam mengekpresikan perasaannya dan begitu sulit mengendalikan emosinya.

Oleh karena itu, remaja membutuhkan perisai yang akan menghalangi mereka dari setiap bentuk kezaliman. Agar tiada lagi yang menjadi korban penganiayaan. Perisai yang dimaksud adalah Khilafah Islamiyah. Negara yang menjadikan Islam sebagai satu-satunya asas dalam mengatur kehidupan. Hanya dengan Khilafah, peradaban Islam yang mulia dapat kembali.

Wallahu ‘alam bish-showab.

[LNR/FA]

Please follow and like us:

Tentang Penulis