Sang Mukminah Dibalik Jeruji Kediktatoran
Oleh : Trisnawaty A
(Revowriter, Makassar)
LenSaMediaNews–Sosoknya diabadikan di dalam alquran, ialah Asiyah binti Muzahim istri Fir’aun. Termasuk salah satu perempuan mukminah yang dianugerahkan sebuah rumah di Surga. Keberaniannya menghadapi orang-orang kafir patut dibanggakan. Dikutip dari buku ‘Al-Wala Wal-Bara’, keberaniannya menghadapi orang-orang kafir patut dibanggakan, wanita ini sama sekali tidak terhalangi oleh kekafiran yang mengepung kehidupannya untuk mencari keselamatan dirinya. Ia senantiasa berusaha melepaskan diri dari istana Fir’aun demi mencari rumah di surga dari Rabbnya. Padahal ia adalah orang yang paling dekat hubungannya dengan Fir’aun. Ia berkata, “ Selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.”
Tegar di Atas Pondasi Keimanan
Inilah contoh ketegaran dalam melawan godaan indahnya kemewahan dunia. Ia adalah istri fir’aun, raja terbesar pada zamannya. Ia hidup di istana Fir’aun, tempat dimana segala keinginan wanita terpenuhi. Namun karena keimanannya, ia tidak tergoda. Bahkan menganggap semua itu sebagai sebuah kejahatan, kehinaan dan ujian. Berdiri tegar dengan penuh keyakinan kepada RabbNya. Meski di tengah tekanan masyarakat, istana dan para pengikut Fir’aun. Wanita agung ini di hadapan penguasa zalim memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting. Imam Qutadah menuturkan, “Firaun adalah penduduk bumi yang paling angkuh dan paling sesat. Demi Allah, sejak Asiyah menaati Rabbnya, tak sedikitpun kekafiran suaminya membahayakannya. Demikian itu supaya kalian mengetahui bahwa Allah adalah hakim yang Maha adil”.
Belajar Ketegaran dari Asiyah Istri Fir’aun.
Ditengah derasnya upaya menghadang dakwah dengan berbagai bentuknya. Terutama kediktatoran penguasa. Sepatutnya para pengemban dakwah belajar ketegaran dari Asiyah, keteladanan yang sangat berharga. Para pengemban dakwah harus tetap lurus dalam berloyalitas semata-mata hanya kepada Allah, kepada agamanya dalam rangka meninggikan kalimat Allah. Bara’ (berlepas diri) dari segala kekufuran, dan tidak melakukan kompromi meski sehelai rambutpun. Para pengemban dakwah harus berdiri tegar karena dakwah adalah semata-mata perintah dari Allah SWT. Tidak takut meski banyak yang mencela. Selain itu, aktivitas dakwah harus dilakukan sesuai dengan metode dakwah Rasulullah SAW. Kita tidak boleh lemah dan bersedih hati, karena Allahlah penolong kita dan sebaik-baik penolong. Allah swt berfirman,
“Dan janganlah kamu merasa lemah dan janganlah bersedih hati, sebab kamu paling tinggi derajatnya, jika kamu orang beriman” (TQS. Ali ‘Imran 3: 139).
Karenanya, sebagaimana Asiyah, kitapun berharap dengan pondasi keimanan, kesabaran dan ketaatan kepada Allah SWT, semoga Allah segera menurunkan pertolongannya. Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu (TQS Muhammad 47 : 7).
Wallahu a’lam.
[ry/fa]