Perempuan Mulia dengan Al Qur’an

 

Oleh : Erna Rusliana M. Saleh
(Dosen dan Pemerhati Masalah Sosial)

LenSaMediaNews–Apa itu mulia? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mulia adalah tinggi (tentang kedudukan, pangkat, martabat), tertinggi, atau terhormat. Artinya seorang perempuan itu dikatakan mulia ketika berada pada kedudukan tertinggi atau terhormat. Jika demikian, bagaimanakah fakta perempuan saat ini? Apakah dia berada pada kondisi mulia?

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat adanya peningkatan sebanyak 14 persen pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia pada 2018 (Nasional.tempo.co, 07/04/2019).

Komisioner Komnas Perempuan, Riri Khariroh, mengatakan setiap tahun jumlah kasus kekerasan seksual terhadap perempuan terus meningkat. Data menyebutkan jumlah kekerasan seksual terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2017 berjumlah 335.062 kasus. Jumlah kekerasan naik drastis dari tahun sebelumnya yang berjumlah 259.150 kasus (Nasional.tempo.co, 06/12/2018).

Di antara contoh kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan adalah kasus mahasiswi Universitas Gadjah Mada yang dilecehkan saat menjalani KKN. Kasus ini masih belum mendapatkan penanganan yang jelas. Kasus lain adalah kasus Baiq Nuril yang mengalami pelecehan oleh atasannya, namun dijerat dengan UU ITE karena merekam percakapan seksual. Komisioner Komnas Perempuan, Azriana, menyatakan kasus yang dialami staf honorer di SMAN 7 Mataram itu terjadi lantaran tidak dikenalinya kekerasan seksual yang melatarbelakangi kasus pelanggaran pasal 7 ayat (1), pasal 45 UU ITE (Jakarta, 24/11/2018). Sehingga, perbuatan Nuril yang merekam percakapan atasannya tidak dilihat sebagai upaya membela diri atas kekerasan seksual secara verbal yang dialaminya. “Kondisi tersebut menggambarkan sistem hukum belum menjamin perlindungan bagi perempuan dari kekerasan seksual,” katanya (Nasional.tempo.co, 23/11/2018).

Jika dilihat dari segelintir kasus di atas dari ribuan kasus yang ada, tampak fakta bahwa perempuan saat ini tidak memiliki kondisi tertinggi dan terhormat atau dimuliakan. Kenapa hal ini bisa terjadi? Sebagian kalangannya menyatakan, ini terjadi karena ketimpangan relasi kuasa, kuatnya budaya patriarki, pembiaran atau pemakluman oleh masyarakat, dan penegakkan hukum yang lemah. Demikian yang dinyatakan Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Riri Khariroh (Nasional.tempo.co, 06/12/2018). Oleh karena itu, dalam peringatan Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret 2019 lalu diangkat tema besar ”Wanita Ingin Kesetaraan”. Tema itu menyertakan tanda tagar #BalanceforBetter sebagai penyemarak peringatan (Liputan6.com, 08/03/2019).

Benarkah kondisi tidak mulia pada perempuan ini terjadi karena empat hal yang disampaikan oleh Komisioner Komnas Perempuan di atas? Sehingga perlu memperjuangkan kesetaraan perempuan dan ini dikatakan membuat kondisi menjadi lebih baik? Seperti yang diopinikan lewat tagar Balance for Better.

Terkait latar belakang permasalahan yang diungkap Komnas Perempuan di atas, fakta menunjukkan problem tersebut terjadi karena saat ini yang diberlakukan di seluruh dunia termasuk Indonesia, adalah sistem kapitalis sekuler. Sistem ini mendefinisikan keberdayaan perempuan dari aspek materi. Perempuan dianggap berdaya ketika sudah mampu bekerja di luar rumah dengan gaji memadai, memiliki seperangkat titel dengan menempuh pendidikan tinggi, berbusana kekinian dengan berbagai produk branded, dan mampu menjadi seorang yang mandiri dengan berbagai problem hidup.

Kapitalisme memandang perempuan dengan cara yang sangat rendah. Perempuan ibarat barang yang dapat diperjualbelikan, karena itu ia dieksploitasi kecantikannya, digunakan promosi berbagai produk sekalipun produk itu tidak ada hubungannya dengan perempuan. Tidak hanya itu, dalam kapitalisme perempuan dinilai berdasarkan materi yang dihasilkan, dianggap mesin pencetak uang, dan unsur penting penopang perbaikan ekonomi. Hal inilah yang kemudian melahirkan ketimpangan relasi kuasa, kuatnya budaya patriarki, pembiaran atau pemakluman oleh masyarakat, dan penegakkan hukum yang lemah.

Berbeda dengan Islam, Islam memposisikan perempuan di tempat yang bergengsi, yaitu sebagai ummu wa robbatul bait (ibu dan manajer rumah tangga), dijaga kehormatannya, memberikan hak-hak yang sama seperti halnya pada laki-laki sebagai makhluk sosial. Selain itu, Islam pun menetapkan hukum-hukum yang memelihara hak-hak perempuan, menjaga kemuliaan, dan menjaga potensi atau kemampuannya.

Islam tidak menilai perempuan dari aspek materi. Kemuliaan perempuan dipandang dari ketakwaannya terhadap Allah, sama halnya dengan laki-laki. Allah menegaskan dalam Al Qur’an, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu” (QS. Al Hujurat: 13). Islam menetapkan kesejajaran derajat laki-laki dan perempuan pada ketaatan terhadap aturan Allah, bukan pada bentuk fungsi dan peran.

Relasi yang terjalin antar perempuan dan laki-laki dalam masyarakat adalah relasi partner dalam menjalankan ketaatan kepada Allah. Hal ini ditegaskan Allah dalam Al Qur’an, “Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (QS. An Nisâ [4]: 124).

Sehingga budaya patriarki yang mengarah kepada dominansi sepihak yang tidak sesuai dengan Islam akan jauh realisasinya dalam sistem Islam. Masyarakat Islam yang diikat oleh ketakwaan kepada Allah, tidak akan rela ketika terjadi penistaan dan pelecehan kepada perempuan. Rasulullah pun telah mengingatkan dalam haditsnya, “Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.” (HR Muslim: 3729).

Sejarah Islam telah menunjukkan betapa Rasulullah sangat marah ketika ada perempuan yang dilecehkan oleh seorang Yahudi Bani Qainuqa. Rasulullah membalas pelecehan itu dengan mengumumkan peperangan dan mengepung Bani Qainuqa secara ketat hingga 15 hari hingga mereka bertekuk lutut dan mengaku kalah. Itu semua terlahir karena penerapan dari isi ajaran Islam yang bersumber dari Al Qur’an. Dengan demikian, ketimpangan relasi kuasa, kuatnya budaya patriarki, pembiaran atau pemakluman oleh masyarakat, dan lemahnya penegakkan hukum yang dituding sebagai pangkal permasalahan perempuan selama ini tidak akan terjadi.

Islam sangat memuliakan perempuan, dengan penerapannya akan lahir generasi-generasi penerus peradaban. Islam sangat menjaga dan melindungi perempuan dari segala sesuatu yang buruk dengan menetapkan kehidupan khusus (hidup bersama mahram dan perempuan) seperti dalam surat An-Nur: 31. Islam memelihara perempuan di rumah, dengan melarang orang lain masuk tanpa izin (An Nur: 27).

Sementara itu dalam Islam, tidak ada penzaliman hak-hak baik bagi laki-laki maupun perempuan. Bahkan setiap mereka mendapatkan hak-haknya secara adil sesuai dengan hukum Islam. Perempuan dalam Islam dapat menjalankan perbuatan-perbuatan yang mubah, contohnya dia dapat mewakili dirinya dan mewakilkan kepada orang lain dalam masalah wakalah, dia boleh mengembangkan hartanya dalam perdagangan, industri dan pertanian. Dia boleh menjalankan profesionalisme, dia boleh mengeluarkan fatwa, menyelesaikan konflik di tengah masyarakat, dan lain-lain.

Dalam Islam, perempuan diperbolehkan terlibat dalam aktivitas politik, sehingga tidak perlu diperjuangkan porsi perempuan dalam arena politik. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Umar bin Khaththab sebagai khalifah yang bijak telah mengangkat Syifa binti Sulaiman sebagai qadhi hisbah (salah satu jenis hakim dalam Islam). Kesaksian perempuan dapat diterima dalam berbagai masalah. Kesaksian perempuan secara individu dapat diterima untuk perkara yang berkaitan dengan perempuan, seperti baligh-nya perempuan, haidnya perempuan, penyusuan, kehamilan, dan lain-lain.

Kesimpulannya, perempuan menikmati dan mendapatkan seluruh hak-haknya sebagaimana laki-laki. Perempuan berhak memilih penguasa dan mengoreksinya. Namun, dia tidak dibenarkan melakukan pekerjaan yang mengeksploitasi keperempuanannya, seperti menjadi Sales Promotion Girl, model iklan, atau peragawati. Semua itu demi menjaga kehormatan dan mengangkat martabatnya.

Hanya di dalam Islam perempuan sangat dijaga dan dihormati serta menjadi mulia, karena hukumnya wajib. Maka, tidak mungkin bagi perempuan bisa menikmati kebahagiaan, ketenangan, dan memperoleh hak-haknya secara menyeluruh kecuali dengan penerapan syariah Islam secara kaffah yang itu bersumber dari Al Qur’an. Ketika Al-Qur’an yang menjadi sumber ajaran Islam diterapkan dalam semua aspek kehidupan, kemuliaan tidak hanya bagi perempuan tapi bagi semua umat manusia.

Wallahu ‘alam bi ash showab.

(Aher/Fa)

Please follow and like us:

Tentang Penulis